ARTICLE AD BOX
KincaiMedia, JAKARTA -- Perayaan Tahun Baru Masehi oleh umat Islam menjadi perdebatan di kalangan ustadz dan masyarakat Muslim. Beberapa ustadz membolehkan seremoni Tahun Baru Masehi selama tidak diisi dengan aktivitas nan dilarang syariat, seperti pesta berlebihan, minuman keras, dan pergaulan bebas.
Sebagian ustadz beranggapan bahwa umat Islam tidak semestinya merayakan Tahun Baru Masehi lantaran tidak berasal dari tradisi Islam, melainkan bagian dari tradisi non-Muslim.
Merayakannya dianggap menyerupai kebiasaan kaum lain (tasyabbuh) nan dilarang dalam Islam. Fokus Muslim semestinya pada seremoni tahun baru Hijriyah nan lebih sesuai dengan identitas Islam.
Sementara itu, ustadz moderat sering kali membujuk umat untuk bersikap bijak, adalah tidak mengharamkan secara mutlak, tetapi juga tidak menjadikannya tradisi utama. Umat Islam disarankan untuk menggunakan momen ini untuk hal-hal nan bermanfaat, seperti berbagi kebaikan, silaturahmi, dzikir namalain angan bersama.
Jadi, bolehnya merayakan Tahun Baru Masehi tergantung pada niat dan langkah perayaannya. Selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, banyak ustadz membolehkan dengan catatan kehati-hatian.
Seorang pengajar senior dan Cendekiawan Islam di Institut Islam Toronto, Syekh Ahmad Kutty menyatakan, jika berbincang tentang ritual keagamaan nan berangkaian dengan datangnya tahun baru, maka seremoni ini tidak diperbolehkan.
Sementara, jika seseorang mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur kepada Allah atas nikmat-Nya dengan memanfaatkan momen datangnya tahun baru, maka diperbolehkan.
"Jika Anda berbincang tentang ritual keagamaan nan mengenai dengan kehadiran tahun baru, perihal itu tidak diperbolehkan lantaran bakal menjadi sebuah bid'ah," jelas Syekh Ahmad Kutty dilansir dari Aboutislam, Rabu (1/12/2024).
Rasulullah SAW bersabda:
من احدث فى امرنا هذا ماليس منه فهو رد
Artinya: "Barangsiapa mendatangkan perihal baru dalam urusan kepercayaan nan tidak termasuk bagian darinya (tidak ada dasar hukumnya), maka tertolak". (HR Bukhari dan Muslim).
Syekh Ahmad Kutty menjelaskan, dalam perihal budaya istiadat, Islam tidak membatasinya sepanjang tidak melanggar asas namalain aliran dasar apa pun.
Menurut dia, umat Islam diperbolehkan merayakan momen namalain peristiwa krusial dalam hidup ini dengan tetap menjauhi hal-hal nan berbudi pekerti berlebihan, pemborosan, dan sebagainya.
"Kesimpulannya, jika seseorang mengungkapkan rasa ceria dan syukur kepada Allah atas nikmat-Nya pada momen datangnya tahun baru, saya tidak memandang ada larangan untuk melakukan perihal tersebut dalam Islam," kata Syekh Ahmad Kutty.