5 Kesalahan Orang Tua Yang Sebabkan Anak Menjadi Manipulatif

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Anak-anak itu sangat intuitif dan cerdas, Bunda. Namun, seiring bertambahnya usia, mereka belajar mengukur perilaku orang tuanya. Mereka mungkin secara sengaja namalain tidak sengaja menirukan perilaku orang tuanya untuk untung mereka. Ini lah nan disebut manipulatif.

Ketika anak menjadi manipulatif, mereka sering kali memanfaatkan situasi namalain orang untuk mendapatkan apa nan mereka inginkan. Baik itu makanan, mainan favorit, namalain perhatian dan pujian dari orang tua, pengasuh, kerabat kandung, dan teman.

Dikutip dari Mom Junction, terkadang, manipulasi dapat dilakukan secara verbal, seperti ketika anak-anak dengan sengaja menuduh orang tua tidak cukup peduli dan penuh kasih sayang. Namun, di lain waktu, anak nan manipulatif dapat menggunakan strategi lain seperti membikin orang tua merasa bersalah namalain melakukan sesuatu agar orang tuanya merasa berkewajiban.

Membentuk anak dengan memproyeksikan diri sendiri sebagai model untuk diikuti adalah strategi nan umum dan efektif. Untuk itu, ada beberapa kesalahan nan perlu orang tua hindari lantaran bisa sebabkan anak menjadi manipulatif.

Kesalahan orang tua corak anak manipulatif

Apa saja kesalahannya? Simak penjelasannya berikut ini!

1. Ketidakkonsistenan

Salah satu 'musuh' orang tua dalam mendidik anak adalah ketidakkonsistenan. Hari ini tidak boleh A, tetapi besoknya diperbolehkan. Atau bisa juga sudah menjanjikan anak, tapi tak kunjung dilaksanakan namalain apalagi seolah tak pernah menjanjikan.

Mengutip laman Telegrafi, ketidakkonsistenan adalah langkah terbaik untuk menghancurkan stabilitas dan skill anak untuk memahami apa nan penting. Ia dengan sigap belajar bahwa ketidakkonsistenan dalam perasaan, kata-kata, dan janji adalah langkah hidup nan sepenuhnya normal.

2. Dingin dan kasar secara emosional

Sejatinya anak-anak memerlukan disiplin. Tapi jangan bersikap dingin dan kasar secara emosional dalam mendisiplinkan mereka. Semakin keras terhadap anak-anak, semakin anak-anak menjadi takut. Akibatnya? Mereka sendiri kemudian menjadi manipulator nan dingin, kasar, dan sadis nan hanya memikirkan diri mereka sendiri.

3. Orang tua sendiri nan suka memanipulasi

"Nanti Anda Bunda suruh tinggal di rumah nenek ya jika enggak nurut!" "Nanti Bunda tinggal ya jika kelamaan mainnya!" Terdengar familiar?

Semakin anak takut Bunda bakal meninggalkannya, semakin mini keinginannya untuk menjalin ikatan nan erat di masa mendatang. Ia tidak bakal memercayai siapa pun, dan tidak bakal betul-betul mencintai siapa pun. Ini bakal menjadi cikal bakal anak kelak menjadi manipulatif, Bunda.

4. Selalu tanggapi anak saat berulah dan bereaksi

Dilansir Medicine Ne, bereaksi dapat selalu mengakibatkan berantem nan tidak pernah berakhir. Oleh lantaran itu, tanggapi permintaan anak dengan bijak. Misalnya, Bunda dapat menanggapi permintaan anak dengan mengatakan, "Bunda tahu Anda merasa bersalah lantaran tidak memilikinya, tetapi percayalah, kita bakal menyelesaikannya bersama."

5. Diperas secara emosional

"Kamu enggak sayang sama Bunda ya?" Itu rupanya corak dari pemerasan emosional. Pemerasan emosional adalah ketika seseorang mencoba mencapai suatu tujuan dengan memanipulasi pihak lain secara emosional.

Pemerasan ini berpusat pada ancaman, “Jika Anda tidak melakukan ini untukku, sesuatu nan jelek bakal terjadi.” Dikutip dari Medical News Today, menurut sebuah studi tahun 2022, kekerasan psikologis dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada jenis kekerasan lainnya, Bunda.

Mendisiplinkan anak tidak kudu dengan hukuman

Perjalanan mendidik anak pasti berliku, Bunda perlu menyadari perihal tersebut. Namun, krusial diingat juga bahwa mendidik setiap generasi itu berbeda. Memberikan jawaban apalagi corak rasanya sudah tidak relevan untuk generasi anak saat ini.

Mengapa jawaban lebih rawan bagi anak? Dilansir CNBC, menurut Alan Kazdin, kepala Pusat Pengasuhan Anak Yale, meskipun jawaban mungkin membikin orang tua merasa lebih baik, jawaban tidak bakal mengubah perilaku anak.

"Orang tua mungkin mulai dengan berpikir, tetapi mereka condong meningkat ke sesuatu nan sedikit lebih, seperti berteriak, menyentuh, menyeret anak mereka dengan kuat, apalagi jika mereka bermaksud baik," katanya dalam sebuah wawancara dengan The Atlantic.

Bahkan, menurut Kadzin, jawaban nan lembut dan menyenangkan seperti waktu rehat namalain berpikir itu tidak berhasil. Banyak peneliti setuju bahwa, alih-alih mengajarkan sesuatu nan bermanfaat, inilah nan dapat dilakukan jawaban kepada anak-anak:

Menimbulkan kebencian

Hukuman tampaknya hanya sukses dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, jawaban dapat membikin anak condong tidak mau bekerja sama lantaran mereka telah belajar untuk membenci orang tuanya. Dengan kata lain, perihal itu mengikis hubungan dekat orang tua dengan anak.

Menyebabkan kerusakan psikologis

Banyak penelitian telah menemukan bahwa anak-anak nan dihukum secara corak (misalnya, dipukul) oleh orang tua mereka condong menunjukkan niat nan berbeda dan berperilaku garang dalam hubungan sosial.

Disiplin verbal nan keras (misalnya, berteriak) juga dapat rawan di kemudian hari, meningkatkan akibat perilaku jelek di sekolah, mendusta kepada orang tua, mencuri, dan berkelahi.

Mendorong perilaku nan mementingkan diri sendiri

Hukuman mengajarkan anak-anak untuk konsentrasi pada akibat nan mereka derita, daripada berfokus pada gimana perilaku mereka memengaruhi orang lain. Hal ini mencegah mereka mengembangkan skill kepintaran emosional nan penting, seperti empati dan kesadaran sosial.

Mendorong ketidakjujuran

Ketika anak-anak diberi insentif untuk menghindari jawaban di masa mendatang, mereka condong tidak jujur untuk menghindari masalah (misalnya, mendusta kepada orang tua mereka tentang hukuman). Faktanya, psikolog telah menemukan bahwa rasa takut terhadap jawaban dapat mengubah anak-anak menjadi pembohong nan lebih baik.

Mencegah mereka mengembangkan kompas moral jiwa mereka

Salah satu masalah terbesar dengan jawaban adalah tidak mengajarkan anak untuk melakukan perihal nan benar. Misalnya, seorang anak mungkin mencoba meniru perilaku "mendominasi" dan menggunakan kekuasaannya terhadap orang nan lebih rentan. Akibatnya, mereka tidak belajar untuk memikirkan kebutuhan mereka sendiri, kebutuhan orang lain, namalain gimana kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan keadilan dan rasa hormat.

Demikian ulasan mengenai perilaku orang tua nan tanpa disadari dapat membentuk sikap manipulatif pada anak. Hindari untuk menghukum berlebihan hingga bersikap tidak konsisten ya.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027