Apa Yang Membuat Bitcoin Tetap Kuat Di Tengah Kritik Tak Berujung?

KincaiMedia – Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 2028, Bitcoin (BTC) terus menjadi perdebatan. Narasi negatif seperti ketakutan, ketidakpastian dan keraguan (FUD) sering muncul, terutama saat Bitcoin mengalami kenaikan harga.

Melansir dari cointelegraph.com, meskipun sekarang diakui oleh lembaga finansial besar, investor, hingga politisi, kritik terhadap Bitcoin pun tetap bergulir.

Apa Benar Bitcoin Tidak Memiliki Nilai?

Salah satu kritik terbesar terhadap Bitcoin adalah klaim bahwa Bitcoin tidak mempunyai nilai intrinsik. Tokoh-tokoh seperti Warren Buffet dan mendiang Charlie Munger apalagi terang-terangan menyebut Bitcoin sebagai racun tikus dan bertentangan dengan kepentingan peradaban.

Namun, pendukung Bitcoin seperti Dan Held menjelaskan bahwa nilai Bitcoin terletak pada kelangkaan dan kegunaannya. Dengan jumlah maksimal hanya 21 juta koin, Bitcoin sering disebut sebagai ‘emas digital’ lantaran dianggap bisa menjaga nilai seperti halnya emas.

Selain itu, mahir ekonomi Aleksander Berentsen dan Fabian Schar menunjukkan bahwa mata duit fiat seperti dolar AS namalain Euro juga tidak mempunyai nilai intrinsik, sehingga kritik tersebut dinilai tidak adil.

Apakah Bitcoin Hanya Bubble Seperti Tulip Mania?

Kenaikan nilai Bitcoin nan sigap sering dibandingkan dengan gelembung ekonomi di masa lalu, seperti ‘tulip mania’ di Belanda pada abad ke-17. Beberapa tokoh, seperti CEO JP Morgan Jamie Dimon, pernah menyebut Bitcoin sebagai penipuan. Namun pandangannya berubah seiring berjalannya waktu, dan sekarang JP Morgan apalagi berinvestasi dalam Bitcoin melalui ETF.

Tidak seperti gelembung ekonomi nan runtuh sepenuhnya, Bitcoin telah memperkuat selama lebih dari satu dekade. Held menegaskan bahwa Bitcoin adalah solusi digital nan memungkinkan orang menyimpan nilai dengan kondusif dan mentransfernya tanpa hambatan.

Baca Juga: Kekius Maximus Jadi Primadona Baru di Pasar Kripto, Apakah Bagus?

Apakah Bitcoin Memang Alat Pencucian Uang?

Narasi lain nan sering muncul adalah bahwa Bitcoin digunakan untuk aktivitas ilegal, termasuk pencucian uang. Namun, blockchain Bitcoin sebenarnya sangat transparan, sehingga lebih mudah melacak transaksi dibandingkan duit tunai.

Meskipun ada perangkat semacam mixer namalain tumbler nan bisa menyamakan transaksi, kebenaran bahwa Bitcoin bertindak dengan teknologi kitab besar terbuka menjadikannya kurang efektif untuk menyembunyikan aktivitas ilegal.

Apakah Komputasi Kuantum Ancam Keamanan Bitcoin?

Kemajuan dalam komputasi sering memunculkan kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat membobol enkripsi Bitcoin. Misalnya, chip kuantum ‘Willow’ nan diluncurkan oleh Google pada Desember 2024 disebut-sebut bisa menyelesaikan kalkulasi nan sangat kompleks dalam waktu singkat.

Namun, para mahir seperti Den Held percaya bahwa ancaman ini tetap jauh di masa depan. Jika ancaman tersebut betul-betul muncul, maka protokol Bitcoin dapat diperbarui untuk mengatasinya.

Bagaimana dengan Kontroversi Tether?

Tether (USDT), stablecoin nan paling banyak digunakan untuk perdagangan Bitcoin, juga sering menjadi sumber kritik. Beberapa pihak meragukan persediaan Tether nan dianggap kurang transparan, memunculkan kekhawatiran bahwa kegagalan Tether dapat mengguncang pasar kripto.

Namun, menurut Held, Bitcoin telah memperkuat melalui beragam krisis seperti peretasan Mt. Gox dan larangan penambangan di Tiongkok. Ia percaya bahwa Bitcoin bakal tetap kuat apalagi jika Tether menghadapi masalah besar.