ARTICLE AD BOX
KincaiMedia, JAKARTA -- Fenomena perbedaan pendapat di antara kaum berilmu ustadz kerap terjadi ketika mereka hendak menetapkan pandangan fikih atas sesuatu. Sebagai orang awam, gimana langkah menentukan pendapat mana nan mesti diikuti? Sebab, setiap orang tentu menginginkan pendapat nan diikuti betul secara kepercayaan Islam.
Ahli tafsir Alquran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya, Menjawab 1001 Soal Keislaman nan Patut Anda Ketahui, menjelaskan, bagi seorang awam ada dua perihal nan perlu ditekankan.
Pertama, perbedaan pendapat namalain khilafiyah di antara para ustadz nan mempunyai otoritas pengetahuan kepercayaan Islam dapat merupakan rahmat. Ini jika dipahami sebagaimana mestinya.
Apa pun pendapat ulama-ulama, selama tetap berasal dari Alquran dan sabda Nabi Muhammad SAW, maka dapat diterima sebagai kebenaran di sisi Allah SWT. Bila suatu soal tak dapat ditemukan pemecahannya melalui pembacaan harfiah dua sumber utama Islam itu, maka berilmu ustadz dapat secara sungguh-sungguh melakukan ijtihad.
Itu adalah prinsip umum nan diberikan oleh Rasulullah SAW. Sahabat Nabi, 'Amr bin 'Ash meriwayatkan, "Apabila seorang pengadil berijtihad dan menemukan kebenaran, dia bakal memperoleh dua ganjaran (pahala). Apabila dia memutuskan dengan berijtihad dan dia keliru, maka dia memperoleh satu ganjaran" (HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Hal kedua nan perlu diketahui orang-orang awam ketika kebingungan menentukan pendapat ustadz mana nan bakal diikuti adalah jelasnya tuntunan Nabi SAW. Mereka tetap mesti berpaku kepada Rasulullah SAW.
Suatu ketika, Wabishah bin Ma'bad datang kepada Nabi SAW untuk bertanya tentang kebajikan. Maka beliau menjawab, "Tanyailah hatimu. Kebajikan adalah apa-apa nan diri dan jiwamu merasa tenang terhadapnya, sedangkan dosa adalah nan menimbulkan keraguan dalam diri dan membimbangkan dada walaupun orang telah memberikanmu fatwa" (HR Imam Ahmad dan ad-Darimi).
English (US) · 
Indonesian (ID) ·