ARTICLE AD BOX
Tidak ada nan memungkiri bahwa kunci dari kesuksesan adalah disiplin. Lebih terkenal orang-orang menyebut self-diciplined. Disiplin adalah upaya gimana mengatur diri melakukan suatu pola-pola kecil, pelan tapi pasti untuk memperoleh suatu tujuan namalain cita-cita besar.
Namun, ada perihal nan kadangkala luput dari proses disiplin itu sendiri, yaitu: menikmati prosesnya. Disiplin itu berat. Konsisten itu butuh tenaga. Tetapi, jika kita bisa melakukannya, maka kita bakal memperoleh nikmat nan luar biasa sebagai buah dari kedisiplinan itu.
Allah Ta’ala telah menegaskan pentingnya kesabaran, konsistensi, dan kedisiplinan dalam menjalankan ibadah serta kebaikan kebaikan dalam firman-Nya,
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebaikan itu adalah orang nan berakidah kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan kekayaan nan dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang nan meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang nan menepati janjinya seumpama dia berjanji, dan orang-orang nan sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang nan betul (imannya). Dan mereka itulah orang-orang nan bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)
Katakanlah, kita mau sukses dari sisi duniawi, seperti bebas secara finansial, mendapatkan pekerjaan nan layak, memperoleh pasangan nan saleh/salehah, anak-anak nan taat, patuh, dan berprestasi, serta beragam perbendaharaan duniawi lainnya.
Begitu pula, dari sisi ukhrawi, nan tentunya kita sama-sama sepakat, tujuannya adalah satu, adalah surga. Kesuksesan untuk mendapatkan kesempatan memandang wajah Allah Ta’ala di surga, serta kesuksesan untuk terhindar dari siksa api neraka.
Maka, untuk memperoleh kesuksesan duniawi dan ukhrawi itu, kita butuh usaha. Telah paripurna contoh dan pedoman nan Rasulullah ajarkan kepada kita.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan nan baik bagimu, (yaitu) bagi orang nan mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari hariakhir dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 20)
Kita hanya cukup mengikuti dengan konsisten. Dimulai dari belajar dengan benar, dari sumber nan benar, dan dari pembimbing nan betul pula, tentang gimana prinsip-prinsip Islam untuk meraih kesuksesan pada dua perkara tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa saja nan menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah bakal mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 2699)
Apabila kita memperhatikan sejarah dalam sirah-sirah sahabat, kita bakal mendapati bahwa mulai dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakr, Umar, Ustman, Ali, dan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum, mayoritasnya adalah sosok nan telah meraih kesuksesan duniawi dan ukhrawi. Mereka adalah orang-orang nan bertakwa, faqih terhadap agamanya, lembut terhadap keluarganya, pemimpin nan setara terhadap rakyatnya, banyak pula hartanya. Hampir semua parameter idealnya seorang manusia, mereka punya.
Siapalagi teladan terbaik dalam kehidupan ini selain mereka?
Maka, saudaraku, mari kita menyelami prinsip dasar dan sangat esensial dari manusia-manusia pilihan Allah tersebut guna mengikuti jejak mereka untuk mencapai kesuksesan duniawi dan ukhrawi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (HR. Bukhari no. 3651 dan Muslim no. 2533)
Satu kata nan sudah pasti dari hikmah nan dapat diambil dari mereka, adalah disiplin. Disiplin dalam segala hal. Dan nan paling pokok pada disiplin ini adalah disiplin dalam menunaikan ibadah salat.
Salat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat. Menunjukkan sungguh pokok dan pentingnya ibadah ini untuk kita tunaikan dengan serius dan tepat waktu. Kunci ibadah ada dua, adalah tulus dan ittiba’. Maka, untuk memulainya, dalam konteks ittiba’, setelah mengilmui gimana tata langkah salat nan betul sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita pun kudu komitmen untuk senantiasa melaksanakan ibadah salat secara tepat waktu. Bagaimana pun kondisinya!
Maka, tidak heran dan sangat masuk logika, sebuah ungkapan,
“Jika salatmu berantakan, maka acak-acakan pulalah hidupmu.”
Oleh karenanya, dengan memohon pertolongan Allah Ta’ala, mari kita berupaya untuk menjadi hamba-hamba Allah nan bisa mendisiplinkan diri melaksanakan ibadah salat dengan ikhtiar-ikhtiar berikut ini:
Berdoa
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Amal seseorang tidak bakal memasukkan seseorang ke dalam surga.’ Para sahabat bertanya, ‘Engkau juga tidak, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Aku pun tidak. Itu semua hanyalah lantaran karunia dan rahmat Allah.’ ” (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)
Ingat, bahwa kita bakal diberi ganjaran oleh Allah bukan lantaran kebaikan kita. Tetapi, lantaran rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala. Maka dari itu, gapailah rahmat itu dengan doa. Memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan hati dan corak untuk melaksanakan ibadah mulia ini.
Renungkanlah bahwa setiap kalimat azan, kita dianjurkan untuk menjawabnya dengan kalimat nan sama, selain pada kalimat “Hayya ‘alal falah” dan “Hayya ‘ala as-shalah”. Ketahuilah, bahwa argumen kenapa kita dianjurkan ketika mendengar kalimat rayuan untuk salat menjawab dengan kalimat, “La haula wa la quwwata illa billah” berfaedah bahwa jika tidak lantaran Allah nan memberi daya dan kekuatan, kita tidak bakal bisa melaksanakan ibadah nan agung ini.
Hal ini dapat kita buktikan dengan memandang orang-orang nan terkenal kuat, fisiknya nan prima, akalnya nan sehat, dan pandai pula. Tetapi, tidak sanggup melaksanakan salat 5 waktu secara konsisten berjemaah di masjid, meskipun kediamannya berdekatan dengan masjid. Mengapa perihal tersebut bisa terjadi? Jawabannya adalah bisa jadi lantaran Allah belum memberikan rahmat-Nya berupa hidayah, daya, dan kekuatan untuk melangkahkan kaki ke rumah Allah. Oleh karenanya, perbanyaklah angan kepada Allah agar diberi kemudahan dan keistikamahan melaksanakan ibadah ini secara tepat waktu.
Niat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai dengan niatnya. Barangsiapa nan hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa nan hijrahnya lantaran bumi namalain lantaran wanita nan hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana dia hijrah.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu)
Tentu, kita bakal diberi ganjaran oleh Allah sesuai dengan apa nan kita niatkan di dalam hati kita. Godaan untuk mencari ketenaran dari ibadah memang cukup besar. Di tengah-tengah maraknya manusia nan narsis dengan ibadahnya, kita dituntut untuk mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah. Menjauhlah dari potensi-potensi sum’ah dan riya’ -yang merupakan bagian dari syirik kecil- nan dapat menjerumuskan kita pada kemurkaan Allah.
Ingatlah prinsip agar diterimanya ibadah, adalah tulus dan ittiba’. Ikhlas dimulai dari niat nan tulus dan murni bahwa tujuan dari ibadah nan kita lakukan adalah semata-mata untuk mendapatkan rida Allah Ta’ala, mendapatkan pahala nan banyak sehingga dapat menjadi timbangan kebaikan kita di alambaka kelak.
Berusahalah untuk menghindari hal-hal nan dapat merusak niat kita. Ingat akibat dari ibadah nan tidak diperuntukkan hanya kepada Allah. Jika ada ibadah nan rupanya diniatkan bukan hanya untuk Allah, bukankah itu sama saja dengan mempersekutukan Allah dalam ibadah? Wal ‘iyadzu billah.
Ikhtiar
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
“Sesungguhnya salat itu adalah tanggungjawab nan ditentukan waktunya atas orang-orang nan beriman.” (QS. An-Nisa’: 102)
Banyak ikhtiar nan bisa kita lakukan dalam upaya mendisiplinkan diri untuk salat tepat waktu. Di antaranya adalah memperbanyak perbendaharan pengetahuan tentang salat. Bagaimana praktik salat nan betul sesuai sunah Nabi, bacaan-bacaannya, motivasi diri untuk menambah hafalan, dan gimana untuk memaksa diri tidak terlambat (masbuk) saat penyelenggaraan salat.
Kita bisa membikin pengingat (alarm) 10 menit sebelum azan. Menandakan bahwa saatnya segera mengambil wudu, memastikan busana bebas najis, menggunakan siwak, dan apalagi menyiapkan surah-surah nan bakal dilantunkan saat salat.
Bangunlah setiap hari dengan agenda salat 5 waktu dalam genggamanmu. Bayangkanlah bahwa engkau berjumpa dengan Rabbmu 5 kali dalam sehari. Setiap kalinya, persiapkan diri dengan semaksimal nan engkau bisa. Ingat pula, bahwa dalam salat ada angan meminta hidayah jalan nan lurus, memohon pertolongan Allah, meminta rezeki, dan pastinya kesuksesan bumi dan akhirat. Maka, jadikanlah momen ibadah salat ini sebagai waktu nan paling dinanti-nantikan.
Tambah ilmu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Salatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku salat.” (HR. Bukhari no. 628 dan Ahmad, 34: 157-158)
Pastinya, bakal menjadi berbeda, ketika kita mengetahui ragam angan istiftah lebih dari 1 jenis sesuai dengan sunah Nabi. Begitu pun dalam referensi rukuk, i’tidal, sujud, dan tasyahud. Menghafalnya, mengetahui maknanya, dan mempraktikkannya dalam salat menjadi perihal nan menarik untuk diamalkan. Hal ini pun bakal menjadikan ritual ibadah salat kita tidak monoton dengan mahfuz nan tak kunjung bertambah sejak di bangku SD.
Lihatlah diri kita, dengan umur saat ini, sudah berapa mahfuz Al-Quran nan kita punya. Dan gimana pengetahuan kita tentang salat dari mulai takbir hingga salam. Adakah nan bertambah?
Pun, kita perlu mempelajari sirah Nabi gimana Rasulullah mendapatkan perintah salat dalam peristiwa isra’ miraj, sehingga kita pun dapat memahami sungguh pentingnya ibadah ini dalam Islam dan kita pun menyadari akibat besar bagi siapa saja nan meninggalkan salat.
Kita juga perlu memperlajari fikih tentang salat. Seperti apa ganjaran besar orang nan melaksanakan salat. Apa norma bagi orang nan meninggalkan salat dengan sengaja, tetapi dengan kepercayaan salat tidak wajib? Bagaimana pula norma bagi orang nan meyakini bahwa salat itu wajib, tetapi dia malas menunaikan tanggungjawab nan mulia itu?
Semua itu tidak bakal kita ketahui, selain dengan menuntut ilmu. Menghadiri majelis ilmu, membaca referensi-referensi sahih, dan bertanya kepada pembimbing (ustaz) nan kompeten di bidangnya. Lakukan secara konsisten. Sempurnakan dengan pergaulan berdampingan orang-orang saleh.
Semoga, dengan disiplin melaksanakan salat secara tepat waktu, menjadikan salat kita lebih teratur dan berakibat pula pada kehidupan kita. Salat nan menjadi perihal nan fundamental, seumpama kita konsentrasi memberikan perhatian besar kita pada ibadah ini, insyaAllah bakal berpengaruh gimana kita memprioritaskan kehidupan kita dan menyadari tujuan hidup di bumi ini, adalah menyembah hanya kepada Allah. Wallahu a’lam.
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel: KincaiMedia