Laknat Untuk Pemberi Dan Penerima Suap

KincaiMedia, JAKARTA -- Islam mengharamkan tindakan suap-menyuap. Bahkan, pihak-pihak nan terlibat mendapatkan laknat Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Allah melaknat penyuap dan nan disuap dalam urusan hukum" (HR Tirmidzi). Ketika diancam oleh laknat Allah, berfaedah hidup seseorang bakal jauh dari rahmat dan berkah-Nya. Beragam persoalan selalu melilitnya. Bencana dan malapetaka datang silih-berganti, tanpa henti. Di alambaka kelak, nasibnya pun bakal merugi. Ingatlah sabda Nabi SAW: "Yang menyuap dan nan disuap masuk neraka" (HR ath-Thabrani).

Suap merupakan "penyakit" nan berbahaya. Sebab, dia merusak etika perseorangan dan sosial serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Suap bakal menghilangkan kepercayaan, kejujuran, dan sikap amanah. Suap bakal menyebarkan prasangka buruk, memutus silaturahim, serta menghilangkan hak-hak orang lain. Di lingkungan kerja, suap-menyuap hanya bakal merusak profesionalisme.

Ketika suap menyentuh ranah hukum, kebenaran dan keadilan pun terkalahkan. Penyuap dan penerima suap condong membenarkan kezaliman dan memutarbalikkan fakta. Pengadilan menjadi panggung tak bermakna.

Pada era Rasulullah SAW, ada suatu kasus nan menjurus suap-menyuap. Sebagaimana diriwayatkan Abi Humaid as-Sa'idy, suatu ketika Nabi SAW mengangkat seorang laki-laki untuk menjadi amil kebaikan bagi Bani Sulaim. Namanya, Abdullah bin al-Latbiyah.

Setelah melaksanakan tugasnya, laki-laki itu menghadap Nabi SAW. Dia berkata, "Ini kekayaan kebaikan untukmu, wahai Rasulullah SAW (untuk Baitul Mal), sedangkan nan ini adalah bingkisan untukku.

Rasulullah SAW menimpali, "Jika engkau betul dalam menunaikan tugas, apakah engkau mau duduk di rumah ayah namalain ibumu silam bingkisan itu datang kepadamu?"

Di majelis, beliau kemudian berpidato di hadapan orang-orang. "Demi Allah, begitu seseorang mengambil sesuatu dari bingkisan itu tanpa hak, kelak pada Hari Kiamat dia bakal menemui Allah dengan membawa bingkisan (yang diambilnya itu)."