ARTICLE AD BOX
KincaiMedia, JAKARTA -- Zakat adalah salah satu dari rukun Islam. Ibadah ini tak hanya berbobot pahala bagi seorang insan berakidah nan mengamalkannya. Zakat juga mempunyai nilai sosial nan tinggi. Sebab, dengan berzakat terjadi hubungan nan empatis sekaligus simpatis antara orang berpunya dan orang papa.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, kebaikan rupanya sudah pernah dilaksanakan sebelum kehadiran risalah Nabi Muhammad SAw. Kegiatan support nan dilakukan nan semacam kebaikan telah dikenal bangsa-bangsa antik di Asia.
Hal ini terjadi atas adanya pandangan hidup di kalangan bangsa-bangsa Timur, meninggalkan kesenangan duniawi merupakan perbuatan terpuji dan berbudi pekerti kesalehan.
Sebaliknya, mempunyai kekayaan duniawi bakal menghalangi orang untuk memperoleh kebahagiaan hidup di surga.
Dalam norma Nabi Musa AS, kebaikan sudah dikenal, tetapi hanya dikenakan terhadap kekayaan nan berupa hewan ternak, seperti sapi, kambing, dan unta. Zakat nan wajib dikeluarkan adalah 10 persen dari nisab nan ditentukan.
Bangsa Arab jahiliyah mengenal sistem infak khusus, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah Al-An'am ayat 136.
Artinya, "Dan mereka menyediakan sebagian hasil tanaman dan hewan (bagian) untuk Allah sembari berbincang menurut persangkaan mereka, 'Ini untuk Allah dan nan ini untuk berhala-berhala kami.' Bagian nan untuk berhala-berhala mereka tidak bakal sampai kepada Allah, dan bagian nan untuk Allah bakal sampai kepada berhala-berhala mereka. Sangat jelek ketetapan mereka itu."
Ya, orang-orang Jahiliyah menyisakan dari hasil panen namalain peternakan mereka untuk berdonasi. Akan tetapi, support ini hanya berasas syak-wasangka mereka, bukan risalah wahyu dari Allah SWT. Lebih jelek lagi, mereka menyisihkan hartanya untuk dipersembahkan kepada berhala-berhala. Tindakan ini tak lebih daripada kemusyrikan belaka.
Keutamaan zakat
English (US) · 
Indonesian (ID) ·