Mengenal Nama Allah “al-majid”

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Allah mempunyai nama-nama nan bagus dan penuh makna nan dikenal dengan Al-Asmaul Husna. Salah satunya adalah Al-Majid, nama nan mencerminkan kebesaran dan kemuliaan-Nya nan tak terbatas. Nama ini mengingatkan kita pada keagungan sifat-sifat Allah nan mencakup segala kesempurnaan nan tidak dapat dijangkau oleh makhluk.

Dalam tulisan ini, kita bakal membahas dalil, makna, dan implikasi nama Al-Majid bagi kehidupan seorang hamba. Semoga pembahasan ini menginspirasi kita untuk lebih mengenal dan mengagungkan Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Dalil nama Allah “Al-Majid“

Nama ini disebutkan sebanyak dua kali dalam Al-Qur’an:

Pertama: Dalam firman Allah,

رَحْمَتُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَّجِيدٌ

“Rahmat Allah dan berkah-Nya atas kamu, wahai Ahlul Bait! Sesungguhnya Dia Maha Terpuji, Mahamulia.” (QS. Hud: 73)

Kedua: Dalam firman-Nya,

وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ  ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ

“Dan Dialah nan Maha Pengampun, Maha Pengasih. Pemilik ‘Arsy nan mulia.” (QS. Al-Buruj: 14-15)

Pada ayat kedua ini, kata “Al-Majid” dibaca dengan dua cara:

Pertama: Dengan rafa’ (Al-Majidu) sebagai sifat Allah. [1]

Kedua: Dengan jar (Al-Majidi) sebagai sifat bagi ‘Arasy. [2]

Kandungan makna nama Allah “Al-Majid“

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dulu makna kata “Al-Majid” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari “Al-Majid“

Az-Zajjaji (w. 337 H) mengatakan,
“Al-Majid adalah (الكريم) nan dermawan, dan al-majdu berfaedah kemurahan hati. Kata ini berasal dari ungkapan Arab, «أمجدت الدابة علفًا» ‘Aku memuliakan hewan dengan makanannya.’ nan berfaedah (إذا أكثرته لها) memberinya makanan nan banyak.” [3]

Ibn Faris (w. 395 H) mengatakan,
“(huruf mim, jim, dan dal) merupakan akar kata nan sahih, nan menunjukkan pencapaian pada puncak. Makna ini hanya digunakan dalam konteks nan terpuji.
Dari akar kata ini muncul istilah al-majdu, nan berfaedah (بُلُوغُ النِّهَايَةِ فِي الْكَرَمِ) pencapaian puncak dalam kemurahan hati.” [4]

Al-Fayyumi (w. sekitar 770 H) mengatakan,

(م ج د) : الْمَجْدُ الْعِزُّ وَالشَّرَفُ وَرَجُلٌ مَاجِدٌ كَرِيمٌ شَرِيف

“(huruf mim, jim, dan dal) berfaedah kemuliaan dan kehormatan.
Seorang nan disebut majid adalah orang nan dermawan, mulia, dan terhormat.” [5]

Dapat disimpulkan bahwa makna al-majdu (secara bahasa) meliputi:

Pertama: Kemuliaan nan sempurna dan lengkap.

Kedua: Kelimpahan dan keluasan. [6]

Makna “Al-Majid” dalam konteks Allah

Syekh Abdurrahman bin Nashi As-Si’diy mengatakan,

وأما المجد فهو سعة الصفات وعظمتها، فالمجيد يرجع إلى عظمة أوصافه وكثرتها وسعتها، وإلى عظمة ملكه وسلطانه، وإلى تفرده بالكمال المطلق والجلال المطلق والجمال المطلق، الذي لا يمكن العباد أن يحيطوا بشيء من ذلك.

“Adapun Al-Majd adalah keluasaan sifat-sifat Allah dan keagungannya. Maka, Al-Majid merujuk pada keagungan sifat-sifat Allah, banyaknya, dan luasnya sifat-sifat tersebut. Ia juga merujuk pada keagungan kerajaan dan kekuasaan-Nya, serta pada keunikan-Nya dalam kesempurnaan mutlak, keagungan mutlak, dan keelokan absolut nan tidak mungkin dapat dilingkupi oleh hamba-hamba-Nya.” [7]

Secara lebih rinci, Syekh Abdul Razzaq Al-Badr mengatakan,

وهو من الأسماء الحسنى الدالة على أوصاف عديدة لا على معنى مفرد. ومعناه واسع الصفات عظيمها كثير النعوت كريمها

“Al-Majid termasuk nama-nama Allah nan bagus (Al-Asmaul Husna), nan menunjukkan banyak sifat, bukan hanya satu makna tunggal. Maknanya adalah luasnya sifat-sifat Allah, keagungannya, banyaknya sifat-sifat tersebut, dan kemuliaannya.”
Kemudian, beliau melanjutkan, “Allah adalah nan terbesar dari segala sesuatu, nan paling agung dari segala sesuatu, nan paling mulia, dan nan paling tinggi. Dialah nan mempunyai penghormatan dan keagungan di hati para wali-Nya dan hamba-hamba pilihan-Nya. Hati mereka penuh dengan penghormatan, keagungan, ketundukan, dan kerendahan kepada kebesaran-Nya.
Tidak ada kemuliaan, selain kemuliaan-Nya. Tidak ada keagungan, selain keagungan-Nya. Tidak ada keindahan, keagungan, namalain kebesaran, selain milik-Nya. Nama-nama-Nya semua menunjukkan kemuliaan, sifat-sifat-Nya penuh dengan kemuliaan, dan perbuatan serta ucapan-Nya adalah kemuliaan. Allah adalah nan Mahamulia dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya.” [8]

Konsekuensi dari nama Allah “Al-Majid” bagi hamba

Penetapan nama “Al-Majid” bagi Allah Ta’ala mempunyai banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:

Pertama: Beriman kepada keluasaan karunia Allah

Keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai karunia nan luas dan anugerah-Nya nan melimpah, mencakup orang berakidah dan kafir, nan baik maupun nan durhaka. Allah memuliakan diri-Nya dengan perihal ini dalam firman-Nya,

وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا

“Dan jika Anda menghitung nikmat Allah, niscaya Anda tidak bakal sanggup menghitungnya.” (QS. Ibrahim: 34)

Kedua: Mengagungkan Allah melalui tilawah Al-Qur’an

Salah satu langkah terbesar untuk mengagungkan dan memuliakan Allah adalah dengan membaca kitab-Nya pada waktu malam dan siang. Sebab, tidak ada seorang pun nan dapat menghitung pujian kepada Allah sebagaimana Dia memuji diri-Nya sendiri.
Dalam sabda qudsi, Allah berfirman,

قَسَمتُ الصلاةَ بيني وبين عبدي نِصْفَين؛ ولعبدي ما سَأل، فإذا قال العبد: (الحمدُ للهِ ربِّ العَالمين)، قال الله تعالى: حَمَدني عبدي، وإذا قال: (الرَّحْمَن الرَّحِيم)، قال الله تعالى: أثْنى عليَّ عبدي، وإذا قال: (مالك يوم الدين)، قال: مجَّدني عبدي…

“Aku membagi salat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Setengahnya untuk-Ku dan setengahnya untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa nan dia minta.
Ketika hamba itu berkata, (الحمدُ للهِ ربِّ العَالمين), Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’
Ketika dia berkata, (الرَّحْمَن الرَّحِيم), Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’
Ketika dia berkata, (مالك يوم الدين), Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuliakan-Ku…’ ” (HR. Muslim, 296) [9]

Ketiga: Berzikir, bertasbih, dan memuji Allah

Kemudian, di antara langkah terbesar untuk mengagungkan Allah adalah dengan banyak mengingat-Nya, bertasbih, memuji-Nya, bertakbir, bertahlil, dan melakukan zikir-zikir lain, seperti: hauqalah (ucapan lahaula walaquwwata illa billah), basmalah, hasbalah (hasbunallah wa ni’mal wakil), istigfar, dan bermohon untuk kebaikan bumi dan akhirat.
Keadaan ini adalah karakter orang-orang nan berzikir, nan keberadaannya membawa kebahagiaan bagi kawan mereka, seperti para nabi, orang-orang nan sangat jujur (shiddiqin), para syuhada, dan orang-orang saleh. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ لله ملائكة يَطُوفون في الطُّرق؛ يلتمسون أهلَ الذكر، فإذا وَجَدوا قوماً يَذْكرون الله؛ تنادوا: هلُمُّوا إلى حَاجتكم، قال: فيَحفُّونهم بأجْنحتهم إلى السَّماء الدنيا، قال: فيَسألهم ربُّهم عزّ وجل وهو أعلمُ منهم: ما يقولُ عِبَادي؟ قال تقول: يُسبّحونك ويكبرِّونك ويَحْمدونك ويُمجِدُونك، قال فيقول: كيفَ لو رأوني؟ قال: يقولون: لو رأوك كانوا أشدَّ لكَ عبادةً، وأشدّ لك تمجيداً، وأكثر لك تسبيحاً…، حتى قال تعالى: فأُشْهدكم أني قد غفرتُ لهم، قال يقول ملكٌ من الملائكة: فيهم فلانٌ ليس منهم، إنما جاء لحاجة، قال: هم الجُلَساء لا يشقى جليسهم.

“Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat nan berkeliling di jalan-jalan mencari orang-orang nan berzikir. Ketika mereka menemukan suatu kaum nan berzikir kepada Allah, mereka memanggil satu sama lain, ‘Mari menuju tujuan kita!’ Maka, mereka mengelilingi mereka dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit dunia. Kemudian Allah bertanya kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui dari mereka, ‘Apa nan diucapkan oleh hamba-hamba-Ku?’ Malaikat menjawab, ‘Mereka memuji-Mu, membesarkan-Mu, memuliakan-Mu, dan mengagungkan-Mu.’ Allah berfirman, ‘Bagaimana jika mereka melihat-Ku?’ Mereka berkata, ‘Jika mereka melihat-Mu, niscaya mereka bakal lebih berakidah kepada-Mu, lebih memuliakan-Mu, dan lebih banyak bertasbih kepada-Mu’… Hingga Allah berfirman, ‘Aku bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka.’ Kemudian seorang malaikat berkata, ‘Di antara mereka ada seorang nan bukan bagian dari mereka. Ia hanya datang untuk suatu keperluan.’ Allah berfirman, ‘Mereka adalah kaum nan tidak membikin celaka orang nan duduk berdampingan mereka.’” (HR. Bukhari, 11:208-209) [10]

Ya Allah, kami memuji dan mengagungkan-Mu, dan memohon pembebasan dari segala dosa dan kesalahan. Jadikan kami termasuk dalam golongan nan selalu menyebut nama-Mu, memuji, dan membaca kitab-Mu pada setiap waktu. Ampunilah dosa-dosa kami dan limpahkanlah karunia-Mu di bumi dan akhirat.
Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabat-sahabatnya.

***

Rumdin PPIA Sragen, 4 Rajab 1446

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel: KincaiMedia

Referensi:

Ibn Faris, Abu Al-Husain Ahmad bin Zakariya. Maqayis Al-Lughah. Tahqiq dan revisi oleh Anas Muhammad Al-Syami. Cetakan Pertama. Kairo: Dar al-Hadith, 1439 H/2008 M. perihal 984., jilid 1.

Ibnu Abi Maryam, Nashruddin Ali bin Muhammad. Al-Mudhah fi Wujuh Al-Qira’at wa ‘Ilaliha. Tahqiq dan studi oleh Dr. Umar Hamdan Al-Kubaisi. Cetakan Pertama. Makkah: Al-Jama‘ah Al-Khairiyyah li Tahfizh Al-Qur’an Al-Karim, 1414 H/1993 M.

Al-Fayyumi, Ahmad bin Muhammad. Al-Mishbahul Munir fi Gharib As-Syarhil Kabir. Cetakan Pertama. Damaskus: Darul Faihaa, 2016.

As-Si‘diy, Abdurrahman bin Nashir. Fath Ar-Rahim Al-Malik Al-Allam fi ‘Ilm Al-‘Aqa’id wa At-Tauhid wa Al-Akhlaq wa Al-Ahkam Al-Mustanbithah min Al-Qur’an. Riyadh: Dar Fadhilah.

Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah.

An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. 2020. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Cet. ke-8. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.

Catatan kaki:

[1] Fiqhul Asma Al-Husna, hal. 231.

[2] Ini adalah qiraah Hamzah dan Al-Kisai, lihat Al-Mudhah, hal. 1356.
Lihat juga An-Nahj Al-Asma, hal. 299.

[3] Isytiqaq Asma’ Allah, hal. 152.

[4] Maqayis Al-Lughah, hal. 852.

[5] Al-Mishbah Al-Munir fi Gharib Al-Syarh Al-Kabir, hal. 577.

[6] An-Nahj Al-Asma, perihal 298.

[7] Fathur Rahim Al-Malikul ‘Allam, hal. 43.

[8] Fiqhul Asma Al-Husna, hal. 231.

[9] An-Nahjul Asma, hal. 300.

[10] ibid, hal. 301.

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027