ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Praktik menyusui mungkin terlihat mudah tapi sebenarnya tidaklah mudah dijalani para pejuang ASI. Inilah pentingnya ibu menyusui dapatkan support system saat mengASIhi bayi baru lahir ya, Bunda.
Menjalani peran ibu baru tentu tidaklah mudah. Rutinitas baru menyusui nan rasanya nano-nano kerap membikin para ibu merasa stres. Belum lagi, kurangnya support dan keberadaan support system nan mendukung peran ibu dalam menyusui Si Kecil.
The American Academy of Pediatrics (AAP) menemukan bahwa adanya stigma, kurangnya dukungan, dan halangan di tempat kerja sebagai halangan nan menghalangi kelanjutan pemberian ASI. Padahal, AAP sendiri merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama enam bulan pertama kehidupannya sebelum memperkenalkan makanan pendamping nan bergizi, sekaligus mendorong perubahan sosial dan sistemik untuk mendukung ibu nan memilih untuk menyusui.
AAP menguraikan rekomendasi dan bukti kegunaan kesehatan nan signifikan bagi bayi dan ibu dalam pernyataan kebijakan dan laporan teknis nan diperbarui. Keduanya berjudul Breastfeeding and the Use of Human Milk dan diterbitkan dalam jenis Juli 2022 Pediatrics. Pembaruan tersebut mencakup rekomendasi untuk mendukung orang tua nan memilih untuk menyusui bayi mereka hingga usia 2 tahun dan seterusnya.
"ASI adalah semua nan dibutuhkan bayi selama enam bulan pertama kehidupannya," kata Joan Younger Meek, MD, MS, RD, FAAP, FABM, IBCLC, penulis utama laporan tersebut.
Besarnya kegunaan menyusui
Pemberian ASI memang sangat direkomendasikan sejak bayi baru lahir. Ini dikarenakan banyaknya kegunaan menyusui terutama untuk bayi.
"ASI mempunyai nutrisi dan pengaruh perlindungan nan unik, dan sungguh luar biasa jika kalian memandang apa nan dilakukannya untuk sistem kekebalan tubuh anak nan sedang berkembang," kata Dr. Meek.
Ditambahkan Dr Meek bahwa tidak semua orang dapat menyusui namalain terus menyusui selama nan diinginkan lantaran beragam alasan, termasuk halangan di tempat kerja. Keluarga berkuasa mendapatkan dukungan, informasi, dan support tanpa menghakimi untuk membimbing mereka dalam memberi makan bayi mereka.
Penelitian telah menunjukkan bahwa menyusui dikaitkan dengan penurunan tingkat jangkitan saluran pernapasan bawah, diare parah, jangkitan telinga, dan obesitas. Menyusui dikaitkan dengan akibat sindrom kematian bayi mendadak nan lebih rendah, serta pengaruh perlindungan lainnya.
AAP merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Tidak perlu memperkenalkan susu formula namalain sumber nutrisi lain untuk sebagian besar bayi, seperti dikutip dari laman Healthy Children.
Manfaat berkepanjangan dari menyusui
Setelah bayi berumur enam bulan, menyusui kudu tetap dilanjutkan berdampingan dengan makanan pendamping nan bergizi. AAP juga menyoroti kegunaan berkepanjangan dari menyusui setelah 1 tahun, dan hingga 2 tahun terutama pada ibu. Menyusui jangka panjang dikaitkan dengan perlindungan terhadap diabetes, tekanan darah tinggi, dan kanker tetek dan ovarium.
Ibu nan memilih untuk menyusui setelah tahun pertama memerlukan support dari jasa kesehatan masing-masing serta perlindungan terhadap halangan di tempat kerja.
Kebijakan nan melindungi pemberian ASI, termasuk libur mengandung berbayar universal, kewenangan wanita untuk menyusui di tempat umum, cakupan asuransi untuk support laktasi dan pompa ASI, penitipan anak di tempat kerja, waktu rehat universal di tempat kerja dengan letak nan bersih dan pribadi untuk memerah ASI, kewenangan untuk memberikan ASI perah, dan kewenangan untuk menyusui di pusat penitipan anak dan ruang laktasi di sekolah semuanya krusial untuk mendukung family dalam mempertahankan pemberian ASI.
"AAP memandang pemberian ASI sebagai keharusan kesehatan masyarakat dan juga sebagai masalah kesetaraan," kata Lawrence Noble, MD, FAAP, FABM, IBCLC, salah satu penulis pernyataan kebijakan dan laporan teknis, nan merinci bukti nan mendukung pemberian ASI.
"Dokter anak dan mahir medis lainnya dapat membantu ibu mencapai tujuan nan diinginkan untuk menyusui dan memberikan perawatan nan inklusif dan adil," tambahnya.
Ketimpangan dalam tingkat pemberian ASI
Menurut National Immunization Survey (NIS) of the Centers for Disease Control and Prevention bahwa pada family kulit putih, Hispanik, namalain Latino, dan Asia memulai pemberian ASI pada tingkat nan lebih tinggi daripada populasi kulit hitam di Amerika Serikat.
Ketimpangan serupa juga terlihat di antara ibu-ibu berpenghasilan rendah (peserta The Special Supplemental Nutrition Program for Women, Infants, and Children (WIC), wanita nan lebih muda (berusia di bawah 20 tahun), dan mereka nan berilmu sekolah menengah atas namalain kurang.
Pernyataan kebijakan tersebut menyerukan penanganan bias implisit, bias struktural, dan rasisme struktural untuk menghilangkan ketimpangan dalam pemberian ASI dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan semua anak dan keluarga.
Kebijakan tersebut juga mencatat bahwa anak-anak dari orang tua nan beragam kelamin mungkin mempunyai akses nan lebih sedikit terhadap ASI lantaran halangan sosial dan biologis. Saat bekerja dengan family dengan keberagaman gender, AAP menyarankan untuk menanyakan kepada family istilah apa nan mereka gunakan dan bahwa istilah 'menyusui' mungkin lebih jeli dan inklusif lantaran menyangkut laktasi dan fisiologi dalam family dengan keberagaman gender.
"Menyusui dapat menjadi tantangan bagi orang tua baru, dan support dari keluarga, dokter, dan tempat kerja mereka sangat penting," kata Dr. Meek. "Manfaat kesehatannya sangat luas dan dapat dilihat sebagai investasi jangka panjang tidak hanya dalam perkembangan anak, tetapi juga kesehatan masyarakat secara keseluruhan."
Pentingnya support serta support system bagi ibu menyusui
Unicef dan WHO menyerukan adanya peningkatan support bagi ibu menyusui, termasuk selama minggu pertama kehidupan seorang anak ketika pemberian ASI eksklusif sejak awal sangat krusial seperti.
Selama enam tahun terakhir, telah terjadi lonjakan pemberian ASI eksklusif di Indonesia selama 6 bulan pertama kehidupan seorang anak adalah dari 52 persen pada tahun 2017 menjadi 68 persen pada tahun 2023. Namun, tantangan signifikan tetap ada pada tahap bayi baru lahir. Survei Kesehatan Nasional (SKI, 2023) menemukan bahwa hanya 27 persen bayi baru lahir nan menerima ASI dalam satu jam pertama, satu dari lima bayi diberi makanan namalain cairan selain ASI dalam tiga hari pertama, dan hanya 14 persen nan mengalami kontak kulit ke kulit setidaknya selama satu jam segera setelah lahir.
Inisiasi menyusui awal adalah meletakkan bayi baru lahir ke tetek dalam satu jam pertama kehidupan sangat krusial untuk kelangsungan hidup bayi baru lahir dan memulai pemberian ASI jangka panjang. Penundaan pemberian ASI setelah lahir dapat berakibat fatal seperti dikutip dari laman Who.
Untuk itu, Unicef dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan, dimulai dalam waktu satu jam setelah lahir. Melanjutkan pemberian ASI eksklusif tanpa makanan lain selama enam bulan pertama meningkatkan perkembangan sensorik dan kognitif serta melindungi bayi dari penyakit menular dan kronis.
Secara global, penelitian menunjukkan bahwa bayi nan tidak disusui 14 kali lebih mungkin meninggal sebelum ulang tahun pertama mereka, dibandingkan dengan mereka nan disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama.
Ada pula bukti bahwa anak nan disusui mempunyai hasil nan lebih baik pada tes kecerdasan, dengan peningkatan IQ sebesar 3 hingga 4 poin, lebih mini kemungkinannya untuk mengalami obesitas namalain kelebihan berat badan, dan mempunyai akibat glukosuria nan lebih rendah di kemudian hari.
Praktik pemberian ASI nan optimal dapat menyelamatkan nyawa lebih dari 820.000 anak di bawah usia lima tahun setiap tahun dan mencegah 20.000 kasus kanker tetek pada wanita setiap tahunnya.
“Menyusui sering disebut sebagai vaksin pertama bayi lantaran memberikan semua nutrisi krusial nan dibutuhkan bayi di bulan-bulan pertama kehidupannya, melindunginya dari penyakit menular umum, dan memperkuat sistem kekebalan tubuhnya,” kata Maniza Zaman, Perwakilan UNICEF Indonesia.
“Agar ibu dapat mempraktikkan pemberian ASI eksklusif sejak dini, mereka perlu didukung sepenuhnya oleh keluarga, petugas kesehatan, personil masyarakat, dan pemimpin, sejak anak lahir,”tambahnya.
Konseling pemberian ASI nan berbobot oleh petugas kesehatan masyarakat, konselor sebaya, perawat, bidan, konselor laktasi, namalain penyedia jasa kesehatan lainnya selama kehamilan dan masa pasca persalinan sangat krusial untuk meningkatkan nomor pemberian ASI. Para ibu juga memerlukan dukungan, waktu, dan ruang nan memadai untuk menyusui dengan sukses setelah melahirkan.
Sistem kesehatan juga perlu memperkuat penerapan dan pemantauan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI, nan dirancang untuk melindungi dan mempromosikan pemberian ASI, dan untuk memastikan penggunaan pengganti ASI nan tepat.
“Saat ini, 90 persen dari semua persalinan di Indonesia dilakukan di akomodasi jasa kesehatan, tetapi hanya sekitar satu dari empat bayi baru lahir nan menerima ASI dalam jam pertama setelah persalinan,” kata Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia.
“Untuk menutup kesenjangan tersebut, WHO berkomitmen untuk mendukung Kementerian Kesehatan untuk mengintegrasikan support pemberian ASI ke dalam semua akomodasi perawatan ibu dan bayi baru lahir, memastikan bahwa setiap anak menerima awal kehidupan nan terbaik,”imbuhnya.
Selama Pekan Menyusui Sedunia 2024, nan diperingati pada 1-7 Agustus dengan tema “Menutup Kesenjangan: Dukungan Menyusui untuk Semua,” UNICEF dan WHO menyerukan tindakan unik oleh pemerintah baik nasional maupun sub-nasional dan para pemangku kepentingan untuk lebih mendukung semua ibu menyusui.
Nah, Bunda tidak sendirian, kok. Banyak juga pejuang ASI di luar sana nan tetap bekerja keras mengupayakan ASI untuk anak-anak mereka. Jadi, tetap semangat menyusui dengan segenap tantangannya nan beragam ya, Bunda.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)