ARTICLE AD BOX
KincaiMedia – Bolehkah membayangkan wanita lain, ketika bercinta dengan istri? Sejatinya, persoalan ini sering kali ditanyakan oleh sebagian masyarakat, terutama bagi pasangan nan sudah lama menikah. Tak tertutup kemungkinan, perihal ini sering terjadi di masyarakat.
Islam telah menawarkan beragam macam limpahan pahala bagi suami dan isteri dalam ikatan pernikahan. Oleh lantaran itu, ketika seorang suami memandang wajah isterinya dan isterinya memandang wajah suaminya maka Allah bakal memandang keduanya dengan pandangan rahmat (kasih sayang). Dan ketika suami memegang tangan isterinya maka dosa keduanya bakal berguguran dari celah jari-jarinya. [Lihat: Syaikh Nawawi al-Bantani, ‘Uqudu al-Lujjain]
Namun pahala tersebut bakal berganti menjadi dosa, ketika nan terdapat dalam logika suami adalah wajah wanita lain, bukan isterinya. Sungguh sangat rugi jika perihal ini terjadi dalam sebuah rumah tangga. Sebab perihal nan sangat diharapkan oleh semua Muslim ketika membina rumah tangga adalah pahala dari setiap apa nan dilakukan untuk keluarganya. Sehingga capek dan letih nan dirasakan ketika mencari nafkah dalam setiap hari menjadi tidak terasa ketika mengingat pahala nan Allah janjikan.
Allah Swt. telah memerintahkan kepada suami agar bertindak secara ma’ruf (baik) kepada isterinya, dengan langkah nan diajarkan di dalam islam. Allah Swt. berfirman:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“…Dan bergaullah dengan mereka secara baik (patut)…” [Surah An-Nisa’/4:19]
Maka membayangkan wanita lain ketika bercinta dengan isteri adalah bukan perilaku nan ma’ruf (baik). Hati seorang isteri pasti bakal hancur dan kecewa ketika mengetahui bahwa suaminya memikirkan wajah wanita lain ketika sedang bercinta. Dalam Islam, perbuatan nan demikian ini tergolong perbuatan zina hati. Dimana seseorang menyimpan wajah seseorang nan belum legal di dalam hatinya.
Ibnu Haj Al-maliki beranggapan bahwa :
مِنْ هَذِهِ الْخَصْلةِ اَلْقَبِيْحَةِ اَلَّتِيْ عَمَّتْ بِهَا اَلْبَلْوَى فِي الْغَالِبِ، وَهِيَ أَنَّ الرَّجُلَ إِذَا رَأَى اِمْرَأَةً أَعْجَبَتْهُ، وَأَتَى أَهْلَهُ جَعَلَ بَيْنَ عَيْنَيْهِ تِلْكَ الْمَرْ أَةِ الَّتِيْ رَآهَا، وَهَذَا نَوْعٌ مِنَ الزِّنَا
Contoh ini termasuk perilaku tercela nan pada umumnya sering terjadi di masyarakat, adalah seorang laki-laki ketika memandang seorang wanita nan menarik hatinya, kemudian laki-laki tersebut mendatangi isterinya (berhubungan intim), kemudian dia membayangkan wanita nan dia lihat, maka perbuatan ini termasuk perbuatan zina. [Lihat Al-Madkhol Li Ibnil Haj, Jilid: 2/26]
Maksud daripada zina tersebut adalah zina majazi, bukan zina hakiki. Dalam pengertiannya zina majazi adalah zina nan dilakukan oleh mata, tangan, lisan, dan hati. Sedangkan zina asasi adalah berasosiasi intim di luar ikatan pernikahan. Oleh lantaran itu, sekalipun mengkhayalkan wanita lain ketika berasosiasi intim dengan isteri disebut dengan zina, bakal tetapi tidak ada norma had, hanya saja perbuatan tersebut tergolong dalam perbuatan nan dilarang oleh agama.
Menurut Ibnu Haj Al-Maliki, perihal demikian ini bukan hanya terjadi pada laki-laki saja, wanita juga banyak nan mengalami perihal demikian. Karena wanita di era sekarang pada umumnya keluar rumah dan berjumpa dengan lelaki. [Lihat Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Dibaj, Jilid VI/20].
Dengan demikian, norma membayangkan wanita lain saat bercinta dengan istri namalain bersenggama tergolong dalam zina majazi. Seyogianya, seorang suami menghindari nan demikian.