Kisah Bunda Yang Bayinya Alami Alergi Asi, Awalnya Dokter Anggap Remeh Keluhannya

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

ASI semestinya kondusif bagi semua bayi ya, Bunda. Tetapi, pada praktiknya, ada juga kisah Bunda nan bayinya alami alergi ASI. Simak kisahnya yuk, Bunda.

ASI menjadi nutrisi terbaik bagi bayi setelah melahirkan. Sejauh ini, kandungannya sangatlah kondusif sehingga sangat minimal menghadirkan alergi pada bayi. Meski demikian, perihal berbeda dialami seorang ibu. Adalah Kate Lancester nan mengalami perihal tersebut. Melalui akun media sosialnya, dia berbagi pengalaman tentang alergi susu nan memengaruhi bayinya.

Kate Lancester berdampingan kedua anaknya kudu berjuang lantaran anak-anaknya tersebut didiagnosis alergi terhadap protein susu sapi. Kate Lancester sebenarnya mencurigai ada nan tidak beres segera setelah putrinya Violet lahir. Tetapi, kecurigaan tersebut terpendam begitu saja lantaran tidak ada rilis dari tim medis mengenai perihal itu.

"Semua orang mengatakan semuanya baik-baik saja, tetapi saya tahu ini tidak baik-baik saja," katanya. "Saya tahu ada nan salah, meskipun saya belum pernah punya bayi sebelumnya." Violet jelas kesakitan, mengalami ruam di sekujur tubuhnya, dan mempunyai masalah pencernaan nan jelas.

Dokter tidak mendengarkan. "Sebelum Anda mendapatkan pemeriksaan itu, Anda dibuat merasa seperti sedikit gila. Sayangnya, ada banyak gaslighting pada fase pemeriksaan awal itu. Kamu diberi tahu bahwa 'semuanya baik-baik saja', dan bahwa ini hanya lantaran Anda terlalu memikirkannya namalain terlalu cemas."

Kemudian, Lancester pergi ke master untuk mencari jawaban sekitar empat namalain lima kali. Tetapi, baru setelah berbulan-bulan membaca dan meneliti, seorang kawan akhirnya menyarankan bahwa argumen di kembali penderitaan bayinya bisa jadi adalah alergi protein susu sapi namalain cow’s milk protein allergy (CMPA).

CMPA adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh bayi secara keliru bereaksi terhadap protein dalam susu sapi, nan menyebabkan beragam indikasi termasuk ruam, pembengkakan, hidung meler, dan, dalam kasus nan jarang terjadi, kesulitan bernapas. Alergi tersebut memengaruhi sekitar 7 persen bayi di bawah usia satu tahun, menurut lembaga kebaikan Allergy UK.

Diagnosis tersebut dikonfirmasi setelah Lancaster meminta tes untuk CMPA. Dalam kasus nan jarang terjadi, putrinya bereaksi terhadap protein susu sapi nan ada dalam ASI, lantaran Lancaster mengonsumsi susu. Begitu dia berhujung mengonsumsi susu, indikasi putrinya pun berhenti.

"Ini adalah perjalanan nan sangat, sangat sulit, sunyi, dan membikin frustrasi untuk betul-betul sampai pada titik diagnosis," katanya. Itulah sebabnya, pada tahun 2019, dia membikin laman IG @thedairyfreemum, diikuti oleh situs web.

"Itulah nan mendorong apa nan saya lakukan dengan laman tersebut, lantaran saya tidak mau orang lain merasakan perihal nan sama. Saya mau ada training nan lebih baik. Saya mau ada lebih banyak informasi, lebih banyak panduan, dan lebih banyak support untuk orang tua penderita alergi secara umum."

Enam tahun kemudian, dan setelah didiagnosis CMPA lagi untuk anak keduanya, Jude, Lancaster telah mengumpulkan 77.000 pengikut di Instagram, semuanya mencari saran tentang langkah mengatasi kondisi langka dan sangat disalahpahami ini.

Ia sekarang telah sukses memperkenalkan kembali susu ke dalam pola makan Violet sekitar 80 persen kasus CMPA sembuh pada usia lima tahun dan berambisi dapat melakukan perihal nan sama untuk Jude juga.

Lancaster mengadvokasi kesadaran nan lebih besar dan kebijakan nan lebih setara untuk anak-anak penderita alergi melalui Natash Allergy Research Foundation (Narf), lembaga kebaikan nan didirikan oleh orang tua Natasha Ednan-Laperouse, nan meninggal setelah mengalami reaksi alergi terhadap biji wijen nan dipanggang dalam  Pret A Manger baguette.

Berkat kampanye nan dilakukan oleh pasangan tersebut, undang-undang keamanan pangan baru, nan dikenal sebagai 'Natasha Law', diperkenalkan, nan mewajibkan pelabelan bahan komplit dan alergen pada semua makanan nan dibuat di tempat dan dikemas terlebih dulu untuk dijual langsung. Pengalaman Lancaster membantu lembaga kebaikan tersebut mengembangkan kebijakan untuk membantu mereka nan menderita alergi seperti dikutip dari laman The Times.

Halaman media sosial Lancaster juga telah memberikan kegunaan lain untuknya. Halaman tersebut merupakan pelampiasan emosi dan langkah untuk menemukan ikatan nan sama dengan mereka nan mengalami pengalaman serupa.

“Saya pikir jika Anda telah melalui perjalanan nan susah untuk mendapatkan diagnosis, Anda kudu selalu waspada,” katanya. “Jadi sangat susah bagi siapapun sebagai orang tua nan mempunyai alergi untuk betul-betul rileks dan mengikuti arus. Kamu tidak bisa betul-betul bersikap spontan."

“Saya pikir ketika saya mengunggah sesuatu nan mengatakan bahwa saya merasa resah tentang sesuatu, banyak orang dapat merasakannya. Tetapi, itu juga merupakan jalan keluar bagi saya, lantaran saat ini saya tidak mengenal orang tua lain dalam lingkaran pertemanan saya nan mengalami perihal itu.

“Saya menganggap orang-orang nan mengikuti saya sebagai sekelompok teman. Sungguh, Anda memerlukan organisasi itu. Dan, Anda memerlukan orang-orang nan memahami apa nan sedang Anda alami, agar Anda merasa seperti, ‘Oke, saya tidak gila, orang lain juga merasakan perihal nan sama’. Itu adalah perihal nan susah untuk dilalui dan mempunyai orang lain nan menghargai dan memahami itu sangatlah penting," katanya.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027