Mengenal Sharenting Dan Dampaknya Untuk Perkembangan Anak, Bisa Picu Bullying

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Bunda mungkin pernah mendengar istilah sharenting di media sosial. Sharenting merujuk pada tindakan berbagi secara digital, adalah mengunggah informasi, gambar, cerita, namalain pembaruan tentang kehidupan anak secara berlebihan. Dalam kebanyakan kasus, orang tua melakukan sharenting sebenarnya hanya untuk sekadar berbagi.

Namun, perihal itu dapat menimbulkan akibat nan tidak diinginkan bagi privasi, keselamatan, kesehatan mental, hubungan sosial, dan prospek masa depan anak mereka. Hal itu juga dapat merusak hubungan orang tua dengan anak-anaknya.

"Sharenting mengandung banyak area abu-abu mengenai privasi, otonomi, perlindungan, dan kewenangan anak untuk mendapatkan persetujuan nan diinformasikan," kata psikolog Susan Albers, PsyD, dikutip dari Cleveland Health.

"Tren sharenting meningkat selama pandemi lantaran karantina berfaedah sebagian besar terhubung melalui internet," ungkap Albers.

Informasi perseorangan nan kita bagikan secara daring mungkin tampak tidak berbahaya. Namun, ada beberapa info nan sebetulnya tidak perlu kita bagikan kepada orang asing.

Berikut adalah beberapa contoh sharenting lainnya:

  • Membagikan foto rapor anak lantaran sangat bangga padanya.
  • Mengunggah rekaman video lelucon prank nan dilakukan pada anak secara daring.
  • Menulis postingan blog berisi kiat-kiat untuk melatih anak menggunakan pispot, komplit dengan foto-foto mereka nan sedang duduk di WC.
  • Mengunggah foto rontgen kaki anak nan patah.
  • Menggunakan pengalaman pribadi anak remaja sebagai bukti selama pertengkaran di media sosial.
  • Mempermalukan anak secara daring setelah mereka ketahuan melakukan salah.

Anak tidak kudu menjadi "terkenal di internet". Berbagi media sosial berakibat negatif lantaran anak-anak pada akhirnya kudu mengembangkan identitas unik kita sendiri saat kita tumbuh dewasa.

Berpotensi melanggar privasi anak

Dikutip dari Parents, privasi merupakan salah satu masalah terbesar dalam sharenting, dan perihal ini terutama berasal dari kurangnya persetujuan anak itu sendiri. Bayi dan anak mini tetap terlalu muda untuk memahami media sosial.

Mereka juga terlalu muda untuk memberikan persetujuan atas penggunaan gambar, video, dan cerita diri mereka sendiri nan diunggah secara daring.

Masalah privasi lainnya adalah mengunggah foto anak orang lain, baik disengaja maupun tidak. Beberapa orang tua mengambil foto pagelaran sekolah namalain aktivitas olahraga nan dihadiri banyak anak, dan tidak memperoleh persetujuan dari orang tua anak lain sebelum mengunggahnya, dapat dianggap sebagai pelanggaran privasi mereka.

Membiarkan orang asing dan kenalan memandang foto anak

Mengunggah foto anak secara daring membikin mereka dan gambar mereka dapat dilihat oleh orang lain. Sementara foto anak Anda nan tampaknya tidak rawan saat mandi namalain bermain di luar hanya dengan popok nan hanya ditujukan untuk dilihat family dan teman, dapat tersebar ke lebih banyak orang daripada nan dikira.

"Di era kepintaran buatan (AI), konten seksual definitif dapat dibuat dengan gambar nan polos dan gambar nan tidak berbahaya," jelas Direktur Psikologi di Rumah Sakit Anak Hassenfeld di NYU Langone, Becky Lois, PhD.

Pencurian identitas

Di logika kita, kita mungkin hanya berpikir pencurian identitas tentang penipuan kartu kredit, phising dan lainnya. Akan tetapi pada tahun 2018, BBC melaporkan bahwa di Inggris, diperkirakan bahwa pada tahun 2030, sharenting oleh orang tua milenial dapat menyebabkan penipuan identitas nan dapat merugikan anak-anak mereka nyaris $900 juta (Rp14 triliun) per tahun sebagai tukar rugi.

Memublikasikan nama komplit anak, usia, tempat lahir, tanggal lahir, sekolah, nama hewan peliharaan, dan tim olahraga favorit semuanya dapat digunakan saat anak tersebut tetap muda oleh penipu untuk pinjaman macet, transaksi kartu angsuran nan curang, namalain penipuan shopping online.

Selain pencurian, menurut Albers, sharenting membuka jendela langsung ke dalam kehidupan anak, nan dapat disalahgunakan oleh predator namalain mereka nan bermaksud jahat. Memublikasikan kehidupan anak Anda secara daring dapat memungkinkan terjadinya pencurian identitas, pelecehan, bullying, eksploitasi, dan apalagi kekerasan.

Hubungan orang tua-anak nan melemah

Sharenting menciptakan jejak digital bagi seorang anak, mulai dari foto-foto milestone seperti cerita tentang latihan pispot hingga kelulusan TK. Sementara beberapa anak mungkin tumbuh dewasa dan baik-baik saja dengan ini, nan lain mungkin memutuskan di kemudian hari bahwa mereka tidak mau foto-foto mereka diunggah daring.

Hal ini dapat melemahkan kepercayaan dalam hubungan orang tua-anak. Dan sementara beberapa orang tua mungkin telah menggunakan pengaturan privasi pada platform media sosial mereka untuk membatasi siapa nan dapat memandang konten mereka, mereka mempunyai sedikit kendali atas apa nan dapat dilakukan orang dengan foto-foto tersebut setelah diunggah.

Banner Puasa Qadha

Bagaimana orang tua dapat melindungi privasi anak-anak mereka di bumi digital?

Dikutip dari laman resmi Unicef, nan dapat dilakukan orang tua adalah menghindari berbagi info nan terlalu pribadi tentang anak-anak mereka seperti cerita nan memalukan namalain gambar nan memalukan, meskipun mereka mungkin menganggapnya lucu. Penting untuk mencoba memandang perspektif pandang anak.

Orang tua juga tidak boleh membagikan foto anak-anak mereka dalam keadaan tidak berpakaian, ada orang jahat nan mungkin menggunakan foto-foto tersebut untuk tujuan nan buruk.

Orang tua juga dapat berbincang dengan anak-anak mereka tentang apa nan mereka bagikan dan proses nan mereka lalui untuk memutuskan apakah sesuatu layak untuk dibagikan. 

Namun, krusial untuk dicatat bahwa orang tua tidak dapat melakukan ini sendirian. Banyak dari upaya perlindungan ini kudu dilakukan oleh para pembuat kebijakan dan platform digital untuk menciptakan ruang nan lebih kondusif bagi keluarga.

Bagaimana orang tua dan pengasuh dapat membagikan foto dan video anak-anak mereka dengan aman? Berbagi fptp dan video di media sosial tidak bakal pernah 100 persen aman.

Bagi family nan berencana untuk berbagi tentang anak-anak mereka secara daring, krusial untuk mempertimbangkan audiens nan mereka ajak berbagi (apa pengaturan privasi di profil media sosial, seberapa baik mengenal orang-orang nan telah di tambahkan sebagai kawan namalain pengikut, dll.),seberapa banyak info nan mereka bagikan dan apakah info tersebut dapat memalukan namalain membahayakan anak-anak mereka sekarang namalain di kemudian hari.

Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027