Prinsip-prinsip Memahami Halal Haram Dalam Transaksi Muamalah (bag. 4)

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Prinsip kedua: Melarang dan mencegah terjadinya gharar (spekulasi, untung-untungan, namalain ketidakpastian)

Pengertian gharar secara bahasa dan istilah

Secara bahasa, gharar adalah isim mashdar untuk (غَرَّرَ) [1]; nan maknanya antara lain: (النقصان) (kekurangan) [2], (الخطر) (bahaya) [3], (التعرغ للهلكة) (menghadapi kehancuran namalain berisiko tinggi terhadap kerusakan) [4], dan (الجهل) (kebodohan) [5].

Adapun menurut istilah, maka ungkapan kalimat para ustadz untuk mendefinisikannya beraneka ragam, namun maknanya saling berdekatan. As-Sarakhsiy rahimahullah berkata,

الغرر: ما يكون مستور العاقبة

“Al-gharar adalah sesuatu nan tidak jelas hasilnya namalain tidak diketahui hasil akhirnya.” [6]

Ibnu ‘Urfah rahimahullah berkata,

ما شك في حصول أحد عوضيه، أوالمقصود منه غالبا

“(Al-gharar adalah) sesuatu nan terdapat keraguan dalam tercapainya salah satu dari dua penggantinya, namalain nan tujuan utamanya sering kali tidak jelas.” [7]

Asy-Syirazi rahimahullah berkata,

الغرر: ما انطوى عنه أمره، وخفي عليه عاقبته

“Al-gharar adalah sesuatu nan tersembunyi keadaannya dan tidak jelas akibat akhirnya.” [8]

Abu Ya’la rahimahullah berkata,

ما تردد بين أمرين ليس أحدهما أظهر

“(Al-gharar adalah) sesuatu nan terombang-ambing antara dua keadaan, tanpa ada salah satu nan lebih jelas namalain lebih kuat.” [9]

Adapun Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mendefinisikan gharar dengan,

الغرر: هو المجهول العاقبة

“Al-gharar adalah sesuatu nan tidak diketahui akibat (hasil) akhirnya.” [10]

Dengan memandang beragam makna nan disampaikan oleh para ustadz di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa nan dimaksud dengan gharar adalah,

ما لا يعلم حصوله، أو لا تعرف حقيقته و مقداره

“(Al-gharar adalah) sesuatu nan tidak diketahui kepastiannya terjadi, namalain nan tidak diketahui prinsip dan ukurannya.” [11]

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa secara umum, gharar terdiri dari tiga jenis:

1) Barang nan tidak (belum) ada, seperti menjual sesuatu nan tergantung pada perihal nan belum terjadi, misalnya menjual janin hewan nan tetap dalam kandungan.

2) Barang nan tidak dapat diserahkan, seperti budak nan melarikan diri; namalain peralatan nan berada di luar skill penjual untuk menyerahkannya.

3) Barang nan tidak jelas, baik ketidakjelasan tersebut berbudi pekerti absolut (tidak diketahui jenis namalain ukurannya), seperti mengatakan, “Saya menjualmu seorang budak”; “Saya menjualmu apa nan ada di dalam rumah saya”; namalain “Saya menjualmu budak-budakku.”

Atau ketidakjelasan tertentu (mu’ayyan), ialah jenis namalain ukurannya diketahui, namun tidak diketahui sifat (spesifikasinya), seperti mengatakan, “Saya menjualmu kain nan ada di lengan baju saya”; namalain “Saya menjualmu budak nan saya miliki”; tanpa ada rincian lebih lanjut. [12]

Adapun hikmah dilarangnya janji nan mengandung gharar adalah lantaran pada janji tersebut terdapat ketidakpastian namalain akibat tinggi, nan dapat merugikan salah satu pihak. Juga dapat menimbulkan sengketa dan permusuhan, lantaran salah satu pihak dapat dirugikan dengan kerugian nan sangat besar. [13]

Hukum gharar dalam transaksi muamalah

Dalil pokok dalam masalah ini adalah sabda nan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli hashah dan jual beli gharar.” (HR. Muslim no. 1513)

Dilarangnya gharar merupakan salah satu pokok norma dalam bab muamalah, jual beli, dan semua janji mu’awwadhat (komersil). [14] Ketika manusia sangat memerlukan transaksi nan berbudi pekerti komersil, maka norma nan penuh hikmah mewujudkan kebutuhan tersebut, namun dengan meniadakan dan mencegah terjadinya gharar dari beragam janji nan dibuat. Sehingga sempurnalah maslahat untuk manusia, kekayaan mereka terjaga kerugian dan kerusakan, dan tercegah dari sengketa dan perselisihan sebagai akibat dari janji nan mengandung gharar. [15]

Pada masa jahiliyah, terdapat beberapa corak transaksi jual beli nan mengandung gharar nan dilarang dalam syariat, misalnya [16]:

Pertama, jual beli hashah, nan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam larang dalam sabda nan telah disebutkan di atas. Bentuknya, penjual menggelar kain-kain nan dijualnya, silam berbincang kepada pembeli, “Saya lempar batu ini ke atas, silam kain mana saja nan terkena batu, itulah kain nan saya jual kepadamu dengan nilai sekian.”

Dalam transaksi ini, objek peralatan nan dijual tidak jelas, lantaran tidak jelas kain mana nan bakal dijatuhi batu, bisa jadi lebih mahal namalain lebih murah dari nilai jual nan telah ditetapkan sebelum batu dilempar.

Kedua, jual beli mulamasah. Dilarangnya jual beli mulamasah disebutkan dalam sabda dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

وَنَهَى عَنِ المُلاَمَسَةِ ، وَالمُلاَمَسَةُ: لَمْسُ الثَّوْبِ لاَ يُنْظَرُ إِلَيْهِ

“(Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) melarang dari jual beli mulamasah.” Abu Sa’id menafsirkan, “(Pembeli hanya boleh) menyentuh kain, tanpa melihatnya.” (HR. Bukhari no. 2144 dan Muslim no. 1511)

Dalam transaksi ini, terdapat gharar lantaran pembeli hanya boleh menyentuh kain saja, tidak boleh membuka namalain melihatnya, padahal nilai jual telah ditetapkan sebelumnya.

Ketiga, jual beli munabadzah. Dilarangnya jual beli munabadzah disebutkan dalam sabda dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ المُنَابَذَةِ ، وَهِيَ طَرْحُ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ بِالْبَيْعِ إِلَى الرَّجُلِ قَبْلَ أَنْ يُقَلِّبَهُ، أَوْ يَنْظُرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari jual beli munabadzah. (Abu Sa’id menafsirkan jual beli munabadzah), ialah “Dua orang penjual dan pembeli saling melempar kain, kain mana saja nan dilempar telah terjadi jual beli, tanpa boleh dibolak-balik namalain dilihat.” (HR. Bukhari no. 2144 dan Muslim no. 1512)

Dalam transaksi ini, terdapat gharar lantaran mereka berdua sama-sama tidak tahu kain seperti apa nan bakal mereka terima, bisa jadi lebih bagus, lebih mahal dari kain nan mereka lemparkan, namalain sebaliknya, justru lebih jelek dan lebih murah.

Kriteria gharar nan diharamkan dalam transaksi muamalah

Dalam masalah gharar, kita perlu mengetahui kriteria bagaimanakah corak gharar nan dilarang dalam syariat. Tidak serta merta suatu transaksi nan mengandung unsur gharar itu dilarang. Namun, perlu diteliti bagaimanakah tujuan norma ketika mengharamkan gharar. Kalau semua corak gharar dilarang, ini bakal meniadakan semua corak jual beli, dan tentu ini bukan nan dimaksudkan oleh syariat. [17] Hal ini lantaran tidak ada satu pun transaksi muamalah, selain mengandung sedikit unsur gharar. [18]

Oleh lantaran itu, para ustadz membikin kriteria dan pemisah bagaimanakah gharar nan seumpama terdapat di dalam transaksi muamalah, maka transaksi tersebut hukumnya haram. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

Pertama: unsur gharar mendominasi akad.

Gharar nan dilarang adalah gharar nan dominan dalam akad, namalain terdapat dalam jumlah nan besar. Sehingga ustadz sepakat bahwa jika gharar-nya sedikit, perihal itu tidak mencegah sahnya janji [19], karena tidak mungkin menghindarinya secara totalitas. [20]

Contoh: tarif menggunakan toilet umum, misalnya ditetapkan Rp.2.000. Padahal, orang nan menggunakan toilet umum itu berbeda-beda dalam menggunakan air, ada nan sedikit, ada nan agak banyak; ada juga nan hanya sebentar, ada nan agak lama.

Kedua: tetap memungkinkan keluar dari gharar tanpa perlu menyusahkan dan memberatkan.

Ulama sepakat seumpama gharar tersebut tidak mungkin dihindari, namalain jika dihindari bakal menimbiulkan kesusahan dan kesulitan, maka gharar tersebut diperbolehkan. Hal ini lantaran seseorang tidak mungkin berlepas diri darinya. [21]

Contoh: 1) seseorang nan membeli rumah nan sudah jadi, tentu dia tidak memandang secara langsung bagaimanakah corak pondasinya; 2) seseorang nan membeli hewan ternak, tentu dia tidak bisa mengecek langsung kondisi di dalam perut hewan.

Ketiga: janji nan mengandung gharar tersebut bukan termasuk janji nan dibutuhkan oleh orang banyak.

Jika dibutuhkan oleh orang banyak, maka statusnya sama seperti darurat. Al-Juwaini rahimahullah berkata,

الحاجة في حق الناس كافة تنزل منزلة الضرورة

“Hajat (kebutuhan) orang banyak itu kedudukannya seperti darurat.” [22]

Kriterianya adalah setiap janji nan seumpama ditinggalkan, maka bakal menimbulkan ancaman (sangat menyusahkan), baik saat ini maupun di masa datang. [23]

Jika masyarakat secara umum memerlukan janji nan mengandung unsur gharar tersebut, tidak bisa digantikan dengan corak janji nan lain, maka janji tersebut termasuk janji nan dimaafkan (dibolehkan). Ibnu Rusyd rahimahullah berbicara ketika menyebut kriteria gharar nan dibolehkan,

وإن غير المؤثر هو اليسير، أو الذي تدعوا إليه ضرورة، أو ما جمع بين أمرين

“Gharar nan tidak berpengaruh (dibolehkan) adalah (gharar) nan sedikit, namalain dibutuhkan lantaran darurat, namalain nan menggabungkan keduanya.” [24]

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَالشَّارِعُ لَا يُحَرِّمُ مَا يَحْتَاجُ النَّاسُ إلَيْهِ مِنْ الْبَيْعِ لِأَجْلِ نَوْعٍ مِنْ الْغَرَرِ؛ بَلْ يُبِيحُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ فِي ذَلِكَ

“Syariat tidak mengharamkan sesuatu nan dibutuhkan oleh manusia dalam jual beli hanya lantaran adanya sedikit unsur gharar; tetapi norma membolehkan apa nan dibutuhkan dalam perihal tersebut.” [25]

Di antara dalil nan dikemukakan oleh para ustadz untuk membolehkan gharar ketika dibutuhkan adalah hadis-hadis nan melarang menjual buah di pohon sebelum buah tersebut cukup tua (matang). Di antaranya adalah sabda dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاَحُهَا، نَهَى البَائِعَ وَالمُبْتَاعَ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang penjualan buah-buahan hingga tampak matang. Beliau melarang perihal itu bagi penjual dan pembeli.” (HR. Bukhari no. 2194 dan Muslim no. 1534)

Sisi pendalilannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan untuk menjual buah-buahan setelah tampak matang, dengan syarat dibiarkan di pohonnya sampai waktu panen, meskipun sebagian dari (buah) nan dijual itu belum tumbuh. Maka perihal ini menunjukkan bahwa gharar nan dibutuhkan itu diperbolehkan. [26]

Contoh gharar nan dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya adalah jual beli peralatan nan dimakan bagian dalamnya, seperti semangka namalain telur. Terdapat kebutuhan orang banyak untuk menjual semangka namalain telur tanpa dibuka terlebih dulu bagian dalamnya. [27]

Keempat: gharar tersebut merupakan tujuan utama (pokok) dari sebuah akad, bukan sebagai pengikut (tabi’); andaikan statusnya tabi’, maka diperbolehkan.

Akad nan mengandung unsur gharar diperbolehkan jika statusnya hanya sebagai pengikut, bukan maksud pokok dari janji tersebut. Contoh: menjual janin di dalam perut induknya tidak diperbolehkan. Karena pada jual beli ini, maksud pokoknya adalah menjual janin nan tetap di perut. Akan tetapi, diperbolehkan menjual hewan nan mengandung dengan nilai nan lebih mahal. Karena maksud pokoknya adalah menjual hewan, sedangkan janin nan tetap di dalam perut statusnya sebagai pengikut.

Contoh lainnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنِ ابْتَاعَ نَخْلًا بَعْدَ أَنْ تُؤَبَّرَ، فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَ المُبْتَاعُ

“Siapa saja nan menjual kebun kurma setelah dikawinkan, maka buahnya adalah milik penjual, selain pembeli mensyaratkan buah itu untuknya.” (HR. Bukhari no. 2379 dan Muslim no. 1543)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli buah di pohon nan belum masak (masih muda), lantaran bisa jadi kemudian terkena (benih)penyakit dan hasilnya kandas panen. Akan tetapi, jika nan dijual adalah kebun kurma, maka tidak masalah. Karena nan menjadi tujuan pokok transaksi adalah jual beli kebun kurma, sedangkan buah nan ada di pohon hanyalah sebagai pengikut.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَجَوَّزَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا بَاعَ نَخْلًا قَدْ أُبِّرَتْ: أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ ثَمَرَتَهَا، فَيَكُونُ قَدْ اشْتَرَى ثَمَرَةً قَبْلَ بُدُوِّ صَلَاحِهَا؛ لَكِنْ كُلُّ وَجْهِ الْبَيْعِ لِلْأَصْلِ. فَظَهَرَ أَنَّهُ يَجُوزُ مِنْ الْغَرَرِ الْيَسِيرِ ضِمْنًا وَتَبَعًا مَا لَا يَجُوزُ مِنْ غَيْرِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memperbolehkan, ketika menjual kebun kurma nan telah diserbuki (dikawinkan), bahwa pembeli boleh mensyaratkan buahnya untuk dirinya. Hal itu berfaedah pembeli telah membeli buah sebelum tampak matang. Namun, transaksi tersebut tetap kembali pada tujuan pokok (yaitu, jual beli  kebun kurma). Oleh lantaran itu, jelaslah bahwa diperbolehkan adanya unsur gharar nan sedikit dan sebagai pengikut dari transaksi, meskipun tidak diperbolehkan jika unsur tersebut berdiri sendiri.” [28]

Contoh penerapan dalam transaksi muamalah

Gharar adalah di antara lantaran pokok nan menyebabkan haramnya transaksi muamalah saat ini. Akan tetapi, para ustadz kontemporer terkadang berbeda pendapat apakah unsur gharar nan terkandung dalam suatu corak transaksi itu menyebabkan haram ataukah tidak. Sejumlah transaksi muamalah saat ini dihukumi haram lantaran unsur gharar nan dominan. Berikut ini sebagian contohnya [29]:

Contoh pertama: asuransi konvensional.

Asuransi adalah perjanjian antara penanggung (perusahaan asuransi) dan tertanggung untuk memberikan tukar kepada tertanggung jika terjadi akibat nan tertuang dalam perjanjian. Sedangkan tertanggung mempunyai tanggungjawab bayar premi kepada penanggung. Akad asuransi semacam ini mengandung unsur gharar nan besar, sehingga sejak awal kemunculannya, para ustadz telah mengharamkannya.

Contoh kedua: Multi Level Marketing (MLM).

Diharamkannya sistem MLM merupakan pendapat kebanyakan ustadz kontemporer. Hal ini lantaran penghasilan (bonus) nan diterima oleh penjual produk MLM tidak jelas, sehingga termasuk gharar.

[Bersambung]

***

@26 Jumadil akhir 1446/ 28 Desember 2024

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel KincaiMedia

Catatan kaki:

[1] Lihat Mu’jam Al-Maqayis fi Al-Lughah, hal. 809; Lisanul ‘Arab, 5: 13.

[2] Lihat Mu’jam Al-Maqayis fi Al-Lughah, hal. 809.

[3] Lihat Ash-Shihah, 2: 768; Lisanul ‘Arab, 5: 13; Al-Mishbah Al-Munir, hal. 230.

[4] Lihat Lisanul ‘Arab, 5: 13-14; Al-Mu’jam Al-Wasith, hal. 648.

[5] Lihat Lisanul ‘Arab, 5: 14.

[6] Al-Mabsuth, 12: 194.

[7] Syarh Hudud Ibnu ‘Urfah, 1: 350.

[8] Al-Muhadzab, 3: 30.

[9] Syarh Al-Muntaha Al-Iradat, 2: 145.

[10] Al-Qawa’id An-Nuraniyah, hal. 161.

[11] Lihat Zaadul Ma’ad, 5: 818; I’lamul Muwaqi’in, 2: 9; Al-Gharar wa Atsaruhu fil ‘Uqud, hal. 53-54.

[12] Majmu’ Al-Fatawa, 29: 25.

[13] Bahjah Qulubil Abrar, hal. 101.

[14] Lihat Syarh At-Tibi ‘ala Misykatil Mashabih, 6: 74; I’lamul Muwaqi’in, 2: 9.

[15] Lihat Takhrijul Furu’ ‘ala Al-Ushuul, hal. 145; Hasyiyah Ar-Raudh An-Nadhir, 3: 241.

[16] Lihat Harta Haram Muamalat Kontemporer, hal. 227-229 (Cet. Keenam, Desember 2013).

[17] Lihat Al-Muwafaqat, 2: 14; 3: 151-152.

[18] Lihat ‘Aqdul Jawahir Ats-Tsaminah, 2: 419; Al-Muntaqa li Al-Baaji, 5: 41.

[19] Di antara ustadz nan menukil ijmak ini adalah Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid, 2: 155; Al-Qarafi dalam Al-Furuq, 3: 265; dan An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 9: 258.

[20] Lihat Bidayatul Mujtahid, 2: 155, 157; Adz-Dzakhirah li Al-Qarafi, 5: 93; Al-Furuq li Al-Qarafi, 3: 265-266; Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 9: 258.

[21] Di antara ustadz nan menukil ijmak ini adalah An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 9: 258; Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad, 5: 820.

[22] Ghiyatsu Al-Umam fi Al-Tiyatsi Azh-Zhulim, hal. 478-479.

[23] Ghiyatsu Al-Umam fi Al-Tiyatsi Azh-Zhulim, hal. 481.

[24] Bidayatul Mujtahid, 2: 175. Lihat pula Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, 9: 258.

[25] Majmu’ Al-Fatawa, 29: 227.

[26] Lihat Majmu’ Al-Fatawa, 20: 341; I’lamul Muwaqi’in, 2: 6-7.

[27] Lihat Harta Haram Muamalat Kontemporer, hal. 216.

[28] Majmu’ Al-Fatawa, 29: 26.

[29] Lihat Harta Haram Muamalat Kontemporer, Bab III (Gharar Harta Haram); karya Dr. Erwandi Tarmizi, MA.

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027