ARTICLE AD BOX
Kawasan nan disebut sebagai gua Ashabul Kahfi di Tarsus, Turki.
KincaiMedia, JAKARTA -- Maximilian beserta kelima pengawalnya, adalah Jamblichus, Martin, John, Dionysius, dan Constantine, telah membulatkan tekad. Mereka tegas menolak menyembah dewa-dewi Romawi. Hati keenam pemuda itu telah teguh memeluk kepercayaan tauhid, sesuai aliran Nabi Isa.
Di ujung terowongan panjang itu, keenam pemuda ini sampai di sebuah pintu dekat gerbang kota Ephesus. Sebelum tiba pada momen ini, mereka telah menerima siksa dan ancaman penguasa nan lalim lagi musyrik, gubernur Daqyanus.
Kini, apa nan bakal mereka lakukan di tepi kota? Saat itu, malam gelap-gulita. Mereka pun sesungguhnya tidak tahu kudu melakukan apa. Tanpa disangka, mereka kemudian berhadapan dengan seorang pengembala kambing nan juga berakidah tauhid.
Antonius—demikian namanya—sedang didampingi seekor anjing peliharaannya nan selalu mengikuti ke mana pun tuannya pergi. Banyak riwayat menamakan anjing itu Qitmir.
Dalam keadaan nan tak menentu, ketujuh pemuda itu saling berganti pikiran. Tiba-tiba datanglah ilham dari Allah SWT. Alquran surah al-Kahf ayat ke-16 mengabadikan momen tersebut: “Dan seumpama Anda meninggalkan mereka dan apa nan mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu bakal melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu nan berfaedah bagimu dalam urusan kamu.”
Berangkatlah mereka ke arah Gunung Naikhayus untuk menemukan gua tempat berlindung. Sesampainya di sana, tujuh pemuda itu mengangkat tangan untuk berdoa. Allah SWT mengajarkan kepada Nabi SAW dan umat Islam tentang angan tersebut,
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, silam mereka berdoa, ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk nan lurus dalam urusan kami (ini)’” (Alquran surah al-Kahf ayat ke-10).