ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Proses melahirkan melalui operasi caesar dapat menimbulkan komplikasi, termasuk perdarahan dan jangkitan luka operasi. Belakangan, studi menemukan kaitan tindakan operasi caesar dan dampaknya pada anak, Bunda.
Studi nan diterbitkan di JAMA Network Open tahun 2019 ini menemukan bahwa operasi caesar dikaitkan dengan autisme dan gangguan hiperaktivitas defisit perhatian (ADHD). Studi ini menggabungkan info lebih dari 20 juta kelahiran.
Tetapi, penelitian tersebut tidak menunjukkan bahwa operasi caesar menjadi penyebab autisme namalain ADHD. Kebenarannya tetap susah untuk diuraikan, tetapi studi ini memberikan contoh kasus nan sangat baik untuk memaparkan bahwa hubungan tidak sama dengan lantaran akibat.
Hasil studi hubungan operasi caesar dengan autisme dan ADHD
Hubungan antara operasi caesar tertentu dan autisme telah diketahui selama nyaris dua dekade. Tetapi, belum banyak nan mengungkap hubungannya, Bunda.
Dalam studi ini, peneliti menggabungkan semua penelitian nan dilakukan sebelumnya menjadi satu kajian namalain meta-analisis. Kemudian, para peneliti menghasilkan satu perkiraan tentang seberapa kuat hubungan antara operasi caesar, autisme, dan ADHD.
Dalam kasus ini, meta-analisis tersebut mencakup lebih dari 20 juta orang. Hasilnya, ditemukan bahwa anak-anak nan lahir melalui operasi caesar mempunyai peningkatan kemungkinan didiagnosis dengan autisme namalain ADHD di masa kanak-kanak.
Hubungan tersebut secara ilmiah cukup kuat, tetapi sangat mini kemungkinannya. Anak-anak nan dilahirkan melalui operasi caesar mempunyai kemungkinan 1,33 kali lebih besar untuk didiagnosis dengan autisme dan 1,17 kali lebih besar untuk didiagnosis dengan ADHD.
Nah, lantaran prevalensi kondisi ini relatif rendah (sekitar 1 persen untuk autisme, dan 7 persen untuk ADHD), maka peningkatan kesempatan ini tidak substansial.
Dalam kasus autisme, ini merupakan pergeseran kesempatan dari prevalensi 1 persen menjadi 1,33 persen. Pergeseran ini dianggap tidak tidak memengaruhi apa pun dalam praktik klinis, Bunda.
Selain itu, studi ini juga menemukan hubungan serupa untuk anak-anak nan lahir melalui operasi caesar elektif namalain darurat.
Studi nan termasuk dalam meta-analisis ini menggunakan bagian sains nan disebut epidemiologi, nan berangkaian dengan seberapa sering kondisi dan penyakit terjadi pada beragam golongan orang dan mengapa, serta gimana mencegah namalain mengelolanya.
Meski hasilnya diketahui, studi epidemiologi semacam ini tidak dapat menentukan apakah satu aspek (operasi caesar) menyebabkan aspek lain (ADHD namalain autisme). Ada dua argumen nan perlu digarisbawahi.
Pertama, kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya aspek ketiga nan memengaruhi hubungan tersebut. Misalnya, seperti kita tahu, operasi caesar lebih umum dilakukan oleh ibu mengandung nan mengalami obesitas dan berumur tua, serta nan mempunyai riwayat kondisi kekebalan tubuh seperti asma.
Semua aspek tersebut juga telah dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan mempunyai anak dengan autisme, dan sangat mungkin faktor-faktor itu bakal lebih mendasari hubungan antara operasi caesar dan kondisi perkembangan saraf.
Kedua, studi epidemiologi semacam ini tidak dapat memberikan apa nan disebut para intelektual sebagai 'mekanisme', adalah penjelasan biologis tentang kenapa hubungan ini mungkin terjadi.
Tanpa bukti kuat dari studi semacam ini, maka tidak ada dasar ilmiah untuk menyimpulkan hubungan kausal antara operasi caesar dan kondisi perkembangan saraf. Tetapi, paling tidak studi ini memberikan dasar nan kuat untuk menyimpulkan adanya hubungan statistik antara operasi caesar, autisme, dan ADHD.
Ilustrasi operasi caesar/ Foto: Getty Images/FatCamera
Apa itu autisme dan ADHD?
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), autisme namalain disebut gangguan spektrum autisme, merupakan kondisi nan berangkaian dengan perkembangan otak. Karakteristik autis dapat dideteksi pada anak usia dini, tetapi sering tidak terdiagnosis sampai di kemudian hari.
Sementara itu, ADHD adalah salah satu gangguan mental nan memengaruhi 5 hingga 8 persen anak-anak, sebagian besar laki-laki, dan sering kali bersambung hingga dewasa. Ada tiga karakter utama anak ADHD, adalah tidak mampu untuk tetap fokus, hiperaktivitas, dan impulsivitas.
Dalam kasus autisme, perbedaan perilaku terjadi di bagian otak nan terutama bertanggung jawab atas perkembangan sosial dan komunikasi. Sedangkan ADHD, perbedaan ini memengaruhi skill untuk mengendalikan dan mengarahkan perhatian.
Alasan pasti kenapa otak berkembang secara berbeda tidak sepenuhnya jelas. Studi pada anak kembar telah menunjukkan bahwa autisme dan ADHD melibatkan komponen genetik nan besar.
Namun, studi ini juga menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan, seperti jangkitan kuman namalain virus selama kehamilan, dapat berdomisili dalam perkembangan kondisi ini, kemungkinan besar melalui hubungan dengan susunan genetik.
Demikian penjelasan mengenai studi nan meneliti kaitan antara operasi caesar, autisme, dan ADHD. Semoga info ini berfaedah ya.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/rap)