ARTICLE AD BOX
Dakwah Islam nan dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dimulai dengan lisan dan tulisan kepada para penguasa nan ada. Dakwah Islam ketika itu, dimulai dengan mengirimkan surat-surat kepada ketua dan raja-raja di sekitar wilayah kaum muslimin. Ketika itu, selain berhadapan dengan kaum musyrikin Arab, kaum muslimin juga berhadapan dengan dua kerajaan adikuasa nan sedang saling berperang, Persia dan Romawi Timur namalain Bizantium.
Ketika itu, kaum muslimin kudu mempertahankan diri dari serangan kaum musyrikin. Setelah bisa mengalahkan mereka, kaum muslimin pun mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru bumi. Sebagian menerima Islam dan sebagian lagi mengobarkan peperangan dengan Islam. Maka dari itu, jihad merupakan suatu perihal nan mesti dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum ketika itu.
Ketika berjihad, tentunya ada perlengkapan-perlengkapan nan kudu dipakai ketika berjihad. Tidak mungkin seseorang berjihad tanpa membawa perangkat apa pun. Lalu, bagaimanakah perlengkapan jihad nan digunakan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam?
Pedangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempunyai 9 pedang. Kesembilan pedang tersebut mempunyai ciri-ciri nan nyaris sama. Nama kesembilan pedang tersebut dikumpulkan oleh para ustadz dalam dua bait syair,
لهادينا من الأسياف تسع رسوب و المخذم ذو الفقار
قضيب حتف و البتار عضب و قلعي و مأثور الفجار
Kami mempunyai sembilan pedang
Rasub, Al-Mikhdzam, Dzulfiqar
Qadhib, Hatf, Al-Battar, ‘Adhb,
Qal’i, dan Ma’tsurul Fujar.
Itulah nama sembilan pedang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu, gimana karakter pedang-pedang tersebut? Dari Sa’id bin Abul Hasan dia berkata,
كَانَتْ قَبِيعَةُ سَيْفِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ فِضَّة
“Gagang pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terbuat dari perak.” (HR. Tirmidzi)
Pada sabda lain, disebutkan,
حدثنا محمد بن بكر أخبرنا عثمان بن سعد الكاتب قال قال لي ابن سيرين صنعت سيفي على سيف سمرة وقال سمرة صنعت سيفي على سيف النبي صلى الله عليه وسلم وكان حنفيا
“Muhammad bin Bakar telah menceritakan kepada kami, Utsman bin Sa’ad Al-Katib telah mengabarkan kepada kami, dia berkata, ‘Ibnu Sirin berbincang padaku, ‘Kubuat pedangku seperti pedang Samurah bin Jundub.’ Dan Samurah bin Jundub berkata, ‘Kubuat pedangku seperti pedang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Sedangkan pedang beliau adalah seperti pedang bani Hanifah.” (HR. Ahmad)
Lalu, seperti apa pedang Bani Hanifah? Syekh Abdurrazaq menjelaskan bahwa pedang Bani Hanifah dikenal dengan bagusnya kualitas pedang nan dibuat.
Dari kedua sabda di atas, bisa disimpulkan bahwa pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan pedang nan bagus. Beliau tidak pergi berjihad dengan pedang seadanya dengan kualitas nan biasa saja.
Zirahnya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
Ketika berperang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengenakan zirah nan terbuat dari besi nan dibuat secara berantai-rantai. Rasulullah menggunakan zirah tentunya bukan lantaran takut terluka dan kurangnya tawakal. Syekh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al-Badr dalam kitab Syarah Syama’il Muhammadiyah menjelaskan,
وقد أخذ أهل العلم من ذلك أنَّ بذل الأسباب للحماية والوقاية ونحو ذلك لا يتنافى مع التّوكُل، بل حقيقة التّوكُل على الله سبحانه قائمة على اعتماد القلب على الله ، وتفويض الأمر إليه سبحانه مع بذل السبب، فلا يتعلق قلبه بالسبب، وإِنَّما يكونُ متوكلا على الله مفوضًا أمره إليه
“Para ahlul ilmi telah beranggapan bahwa mengambil lantaran untuk perlindungan dan penjagaan dan semisalnya tidaklah menafikan tawakal. Bahkan, prinsip dari tawakal pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala berdiri di atas bergantungnya hati kepada Allah dan memasrahkan perkara kepadanya berbarengan dengan mengupayakan sebab. Maka, tidaklah hatinya berjuntai pada sebab, bakal tetapi dia berjuntai kepada Allah dan memasrahkan perkaranya pada-Nya.”
Rasulullah apalagi mengenakan dua zirah sekaligus secara rangkap pada perang Uhud. Dari Zubair bin Awwam, dia berkata,
كَانَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعَانِ يَوْمَ أُحُدٍ فَنَهَضَ إِلَى الصَّخْرَةِ فَلَمْ يَسْتَطِعْ فَأَقْعَدَ طَلْحَةَ تَحْتَهُ فَصَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ حَتَّى اسْتَوَى عَلَى الصَّخْرَةِ فَقَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوْجَبَ طَلْحَةُ
“Pada perang Uhud, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenakan dua baju perang. Beliau silam naik ke atas batu tetapi tidak bisa. Maka, Thalhah pun jongkok di bawahnya hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dapat naik di atas batu tersebut.” Zubair berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Telah wajib bagi Thalhah (masuk surga).’ ” (HR. Ahmad)
Pada sabda lain, juga disebutkan,
أنَّ رسولَ اللهِ كان عليه يومَ أُحُدٍ دِرعان قد ظاهر بينهما
”Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, ketika perang Uhud, beliau memakai dua baju besi. Sungguh beliau memakai keduanya secara rangkap.“ (HR. Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika berjihad, tentunya selalu menggunakan baju zirah untuk melindungi dirinya dari serangan musuh. Bahkan, beliau mempunyai lebih dari satu zirah hingga tujuh buah. Ketika perang Uhud, beliau shallallahu ’alaihi wasallam mengenakan zirah dua rangkap sehingga dengan izin Allah beliau bisa selamat dari serangan mematikan nan dilakukan oleh Abdullah bin Qamiah.
Topi besinya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
Selain menggunakan baju zirah, Rasulullah juga menggunakan topi besi untuk melindungi kepala. Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ مَكَّةَ يَوْمَ الْفَتْحِ وَعَلَى رَأْسِهِ الْمِغْفَرُ فَلَمَّا نَزَعَهُ جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ ابْنُ خَطَلٍ مُتَعَلِّقٌ بِأَسْتَارِ الْكَعْبَةِ فَقَالَ اقْتُلْهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki Makkah pada hari Fathu Makkah dengan memakai topi besi di atas kepalanya. Ketika beliau melepasnya, seorang laki-laki datang dan berkata, ‘Itu, si Ibnu Khathal berlindung dibalik gorden Ka’bah.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata, ‘Bunuhlah dia.’ ” (HR. Bukhari)
Dari sabda di atas, kita juga bisa tahu bahwa beliau juga menggunakan topi besi ketika berjihad. Sebagaimana baju zirahnya Rasulullah nan tersusun dengan rantai-rantai, sebagian bagian topi besi beliau juga tersusun dengan berantai-rantai. Hal tersebut bisa kita ketahui dari kejadian diserangnya Rasulullah oleh Abdullah bin Qamiah sehingga bagian cincin rantai topi besi Rasulullah tertancap di pipi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selain itu, Rasulullah juga menggunakan imamah (surban) di atas topi besinya sebagaimana sabda nan diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah radiyallahu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Makkah di hari Fathu Makkah dengan memakai surban hitam.” (HR. Muslim)
Syekh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al-Badr dalam kitab Syarah Syama’il Muhammadiyah menjelaskan tentang dua sabda masuknya Rasulullah ke kota Makkah hari Fathu Makkah. Di mana satu sabda menyebut menggunakan topi besi dan nan lainnya menyebut menggunakan imamah berwarna hitam.
فلا تنافي؛ لأنه من الممكن أن يكون قد جمع بينهما، فالمغفر يمكن أن يُلبس وحده، ويمكن أن تلبس تحته القلنسوة، ويمكن أن تُلبس فوقه العمامة، أو أنه عقب دخوله نزع المغفر ، ثم لبس العمامة السوداء
“Tidaklah saling bertentangan, Dikarenakan mungkin untuk menggabungkan keduanya. Topi besi bisa digunakan bersendirian, bisa juga digunakan dan di bawahnya menggunakan topi dan di atasnya menggunakan imamah. Bisa juga setelah sukses memasuki Makkah beliau melepas topi besi silam menggunakan imamah hitam.”
Itulah beberapa perlengkapan perang nan digunakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berperang. Beliau ketika berjihad menggunakan pedang nan berbobot dan juga melindungi dirinya dengan menggunakan baju zirah dan juga topi besi.
***
Penulis: Firdian Ikhwansyah
Artikel: KincaiMedia
Sumber:
Syarah Syama’il Muhammadiyah, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al-Badr